JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) meyakini minat perusahaan untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada tahun 2025 ini tak terpengaruh oleh kondisi ekonomi global yang saat ini masih bergejolak.
Tantangan perekonomian global ke depan di antaranya tren inflasi, kebijakan suku bunga The Fed, hingga kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang terbilang lebih defensif setelah Donald Trump resmi menjabat sebagai Presiden AS.
Menurut Direktur Utama BEI, Iman Rachman, minat IPO tergantung pada permintaan dan penawaran atau supply-demand. Dari sisi demand, saat ini terdapat 22 perusahaan yang tercatat dalam daftar antrian atau pipeline pencatatan saham BEI.
“Mereka akan melihat dan berhitung kalau tingkat bunganya tinggi, apakah mereka ke pasar modal? Bisa saja lewat surat utang, atau perbankan, atau IPO,” kata Iman dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (2/1).
Adapun BEI pada 2025 ini membidik 66 perusahaan untuk melakukan IPO. Dengan rincian, 1 perusahaan tercatat berskala kecil dengan aset di bawah Rp50 miliar, 2 perusahaan berskala menengah dengan aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, dan 19 perusahaan berskala besar dengan aset di atas Rp250 miliar.
Sementara itu, Vice President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menyebut, sudah jarang perusahaan melakukan IPO dengan nilai emisi jumbo.
Sebab kata dia, para pemilik perusahaan menghadapi kekhawatiran bahwa IPO tidak akan mampu diserap oleh pasar.
“Kami melihat estimasi tahun depan masih akan sama, kami agak ragu akan banyak perusahaan yang IPO dengan nilai emisi jumbo di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga,” kata Audi.