JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan alias Zulhas memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak akan diberlakukan untuk komoditas beras medium dan premium yang dijual di pasar domestik.
Zulhas menegaskan, kenaikan PPN dari yang semula 11 persen menjadi 12 persen tersebut hanya akan dikenakan pada komoditas beras yang berasal dari impor, seperti shirataki dan japonica, yang bisanya digunakan oleh hotel dan restoran berkonsep Jepang.
“Jadi, beras premium dan medium yang dijual di pasar tidak kena PPN. Yang dikenakan itu beras impor, seperti jenis shirataki dan japonica. Pangan domestik tidak ada dampak dari PPN 12 persen,” tegasnya pada Selasa (24/12), seperti dikutip Holopis.com.
Zulhas menegaskan, bahwa kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah terus berkomitmen untuk berpihak kepada masyarakat kelas bawah dan menengah. Presiden Prabowo Subianto, kata dia, sudah memastikan bahwa hanya barang-barang mewah yang dikenakan kenaikan PPN tersebut.
Selain itu, mantan Menteri Perdagangan itu juga turut menyampaikan optimisme pemerintah dalam mewujudkan swasembada pangan dalam kurun waktu yang sesingkat-singkatnya, sebagaimana yang diinginkan oleh Presiden Prabowo.
“Kami sudah memutuskan dalam neraca komoditas beberapa hari lalu, bahwa tahun depan kita tidak akan impor beras lagi. Begitu juga dengan jagung untuk konsumsi, garam, dan gula. Kami yakin kebutuhan pangan dalam negeri bisa terpenuhi melalui produksi lokal,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi juga menyampaikan hal yang serupa terkait penerapan PPN 12 persen atas komoditas pangan. Ia memastikan, beras premium dan medium produksi dalam negeri tidak akan dikenakan PPN 12 persen.
“PPN hanya berlaku untuk beras khusus impor seperti shirataki atau japonica,” tegasnya.
Arief menuturkan, kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam mendorong peningkatan produksi beras dalam negeri.
“Ini langkah untuk mendorong produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan pasar. Kita ingin petani lokal mendapatkan ruang lebih besar untuk memproduksi beras dengan karakteristik khusus,” pungkas Arief.