Ingat! Layanan Jasa Layanan Uang Elektronik Ikut Dikenakan PPN 12 Persen

JAKARTA – Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Sejumlah barang dan jasa pun terkena pungutan pajak tersebut, salah satunya jasa layanan uang elektronik alias e-money.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjelaskan, bahwa pengenaan tarif PPN pada layanan jasa uang elektronik sejatinya telah berlaku sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 (UU PPN).

“Artinya (jasa layanan uang elektronik) bukan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (20/12).

Sebagai informasi, UU PPN telah mengalami perubahan signifikan melalui transformasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam regulasi tersebut, diatur bahwa layanan uang elektronik termasuk dalam objek yang dikenakan PPN, sehingga tarif PPN sebesar 12 persen berlaku pada layanan tersebut. Kebijakan ini menyebabkan kenaikan tarif pada berbagai layanan yang sebelumnya bebas dari PPN.

Lebih lanjut, ketentuan mengenai pengenaan PPN terhadap transaksi uang elektronik, serta layanan teknologi finansial (fintech) lainnya, dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022.

Dalam PMK tersebut, beberapa jenis layanan yang dikenakan PPN antara lain uang elektronik (e-money), dompet elektronik (e-wallet), serta layanan lainnya seperti gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

Pengenaan PPN ini berlaku pada biaya layanan atau komisi yang dibebankan oleh penyelenggara layanan, seperti biaya registrasi, pengisian ulang saldo (top-up), pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai untuk uang elektronik.

Tak hanya itu, PPN juga diterapkan pada biaya layanan dompet elektronik, termasuk pembayaran tagihan dan layanan paylater. Selain itu, biaya merchant discount rate (MDR) juga dikenakan PPN.

Namun, ada pengecualian dalam aturan ini. Nilai uang elektronik itu sendiri, termasuk saldo, bonus point, reward point, serta transaksi transfer dana yang tidak dibebani biaya tambahan, tidak dikenakan PPN.

Sebagai contoh, jika seorang pengguna melakukan top-up saldo uang elektronik dan dikenakan biaya administrasi, PPN hanya dikenakan pada biaya administrasi tersebut.

Jika biaya administrasi top-up adalah Rp1.000 dan tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp110, sehingga total biaya yang dibayar oleh pengguna menjadi Rp1.110. Jika tarif PPN berubah menjadi 12 persen, maka PPN yang harus dibayar menjadi Rp120, dan total biaya menjadi Rp1.120.

Sebaliknya, apabila pengguna hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa ada biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan.

Selain itu, UU HPP juga mengatur pembebasan PPN terhadap beberapa jenis jasa keuangan. Jasa yang dibebaskan dari PPN antara lain penghimpunan dana seperti giro, tabungan, deposito, dan sertifikat deposito yang dilakukan oleh bank atau lembaga keuangan.

Pembiayaan seperti leasing dengan hak opsi, anjak piutang, kartu kredit, serta pembiayaan konsumen, baik yang bersifat konvensional maupun syariah, juga tidak dikenakan PPN.

Begitu juga dengan layanan gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia, serta jasa penjaminan yang bertujuan untuk melindungi kewajiban finansial, yang juga dikecualikan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

Perubahan ini menandai langkah penting dalam dunia perpajakan, yang berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan layanan keuangan digital, serta memastikan bahwa sektor tersebut turut berkontribusi pada penerimaan negara melalui PPN.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral