Wakil Ketua DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) Yorrys Raweyai menegaskan bahwa Proyek Strategis Nasional atau PSN Tropical Coastland harus dilanjutkan sesuai dengan rencana.
“Harus dilanjutkan, itu proyek strategis nasional kok. Kita wajib dukung, DPD itu harus dukung,” kata Yorrys saat ditanya terkait kelanjutan PSN usai digaduhkan oleh beberapa kalangan itu, Sabtu (7/12).
Ia pun menjelaskan tentang polemik yang muncul terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Pantai Indah Kosambi (PIK 2). Diterangkan Yorrys, PIK dan PSN bukan sebuah satu kesatuan. Melainkan dua entitas yang saling mendukung.
“PSN ini di luar daripada PIK. Tidak sama sekali,” tegasnya.
Yorrys mengatakan bahwa PSN merupakan kawasan Mangrove yang telah mengalami abrasi. Tak tanggung-tanggung, luas tanah PSN sebesar sebelumnya adalah 600 hektare. Namun karena berbagai faktor, khususnya human error sehingga hutan mangrove tersebut tinggal 91 hektare.
“Pihak Agung Sedayu dipercayakan oleh pemerintah untuk mengelola dan merapihkan, itu kurang lebih,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada penghuni di kawasan PSN tersebut. Alasan logisnya adalah, karena PSN bukan bagian dari kawasan milik pengembang untuk kebutuhan komersilnya mereka. Akan tetapi tanah milik negara yang memang dilakukan tata kelola oleh pengembang dari Agung Sedayu.
“Di tanah PSN ini tidak ada penghuni, karena ini tanah negara, milik KLH,” ujarnya.
Kemudian, politisi Partai Golkar ini pun mengatakan bahwa pengelolaan PSN ini merupakan bagian dari CSR pihak pengembang PIK 2. Apalagi lahan PSN tersebut sudah tidak terurus dan cenderung rusak. Sehingga ada pembangunan dan penggarapan untuk kepentingan negara.
“Sekarang ada penggarap lahan itu karena tanah negara yang kemudian sudah tidak bermanfaat miliknya KLH dan Perhutani,” papar Yorrys.
Lantas ia pun menjelaskan tentang keberadaan aktivitas masyarakat asal yang mengelola empang-empang di sana. Menurutnya, para pemilik empang tersebut sudah diberikan uang kerohiman. Mereka bahkan oleh pihak pengembang dipersilakan untuk mengelola lahan tersebut sampai nantinya proses pembangunan kawasan PSN dilakukan.
“Empang-empang itu oleh pihak pengembang sudah memberikan kerohiman, tetapi mereka (masyarakat) tidak keluar dari situ, bagian dari CSR-nya, memberikan kesempatan kepada mereka,” jelasnya.
“Dia boleh tinggal, mengelola itu, tidak usah membayar apa-apa sampai pada proses pembangunan. Begitu ada proses pembangunan, mereka harus keluar,” sambungnya.
Bagi Yorrys, kebijakan tersebut dianggapnya sudah betul dilakukan oleh pihak pengembang sehingga prosenya tetap humanis.
“Jadi saya pikir apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap proyek ini kan sudah cukup bagus,” paparnya.
Belum Ada Pembangunan, Proses Perizinan Masih Berjalan
Di samping itu, Yorrys juga mengatakan bahwa pihak pengembang saat ini sudah melakukan proses administrasi dengan lembaga terkait. Karena tanah PSN merupakan aset milik negara dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), maka prosesnya akan dilakukan di sana.
Selain ke Kementerian Lingkungan Hidup, PIK 2 juga akan mengurus administrasi dengan Kementerian Pariwisata. Sebab, kawasan PSN tersebut akan dikelola untuk kebutuhan pariwisata hutan mangrove.
“Mekanisme untuk mendapatkan tata ruang itu pertama dari Kabupaten. Itu sudah clear, sudah kita cek. Kemudian dari Provinsi sudah selesai. Sekarang tinggal dari provinsi mengajukan ke Kementerian terkait, bukan ATR ya,” terang Yorrys.
“Yaitu (kementerian) KLH Kehutanan, kemudian ke Pariwisata, dan ke Menko. Dari itu nanti baru diturunkan ATR untuk menentukan tata ruang,” sambungnya.
Dipaparkan Yorrys, proses pengajuan penentuan tata ruang PSN ini masih berjalan dari Pemerintah Provinsi Banten ke pemerintah pusat.
“Jadi ini sedang diproses dan belum ada pembangunan di sini,” pungkasnya.