JAKARTA – Tiga tersangka kasus suap pengadaan dan pemeliharaan jalur kereta di DJKA Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya dijebloskan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ke jeruji besi atau bui, Kamis (28/11).
Ketiganya ditahan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Ketiga tersangka yang juga ketua kelompok kerja (pokja) proyek di DJKA Kemenhub yakni Hardho (H), Edi Purnomo (EP), dan Budi Prasetiyo (BP). Penetapan tersangka dan penahanan terhadap ketiganya merupakan pengembangan penyidikan kasus suap yang sebelumnya menjerat Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Semarang, Bernard Hasibuan dan Kepala BTP Semarang, Putu Sumarjaya.
“Tersangka H, tersangka EP, Tersangka BP akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 28 November 2024 sampai 17 Desember 2024 di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com.
Selain ketiga tersangka itu, KPK juga menetapkan PPK Dheky Martin sebagai tersangka. Namun, Dheky tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik dengan alasan sakit sehingga tak turut ditahan.
Dalam konstruksi perkara, Hardho yang merupakan ketua pokja proyek paket peningkatan jalur kereta api Lampegan-Cianjur tahun 2022-2023 diduga menerima kertas berupa catatan pengaturan pemenang proyek dari PPK bernama Syntho Pirjani Hutabarat yang telah divonis dalam kasus ini.
Dalam catatan itu disebutkan sejumlah pihak yang diatur memenangkan proyek tersebut, yakni paket I oleh Dion dengan bendera PT Rinenggo Ria Raya, paket 2 Muchammad Hikmat dengan bendera PT Tirtamas mandiri, paket 3 seorang anggota Komisi V DPR dari Dapil Jabar dengan perusahaan PT Nazma Tata Laksana, paket 4 Fahmi atau Wahyu Purwanto dengan perusahaan PT Putra Kharisma.
Atas pengaturan itu, Hordha kecipratan fee dari Dion Renato senilai Rp 321 juta. Hardho selain itu juga diduga menerima fee senilai total Rp 670 juta terkait sejumlah proyek di DJKA Kemenhub.
Adapun Edi Purnomo diduga menerima suap sebesar Rp 140 juta untuk memenangkan PT KA Properti Manajemen yang merupakan anak usaha PT KAI untuk menggarap proyek perbaikan perlintasan sebidang wilayah Jawa dan Sumatera tahun 2022. Edi juga diduga menerima fee sekitar Rp 285 juta atas sejumlah proyek lainnya di DJKA Kemenhub.
KPK juga menduga Hardho dan Edi bersama-sama dengan Budi Prasetyo dan Dheky Martin serta sejumlah anggota pokja lainnya menerima total Rp 800 juta dari Dion. Diduga pemberian uang itu terkait proyek jalur ganda KA elevated Solo Balapan-Kadipiro.
KPK menjerat keempat tersangka itu dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.