JAKARTA – Anggota Bawaslu RI yang juga menjabat Koordinator Bidang Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Lolly Suhenty memberikan peringatan kepada semua ASN (Aparatur Sipil Negara) agar tidak melakukan politik praktis.
Siapa pun ASN tersebut, baik itu anggota TNI dan Polri aktif, pejabat negara, pejabat daerah, ASN dan Kepala Desa, agar jangan sekali-kali melakukan politik praktis dengan mendukung atau mengampanyekan salah satu pasangan peserta Pilkada 2024.
“Anggota TNI/Polri, pejabat negara, pejabat daerah, ASN, dan Kepala Desa harus netral di Pilkada. Melanggar netralitas, siap-siap dipidana,” kata Lolly dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (20/11).
Dalil larangan ASN berpolitik praktis tersebut termaktub di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024. Di mana MK menetapkan bagi para pelanggar Pasal 71 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada dapat dikenakan sanksi tegas.
“Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan untuk menambahkan frasa “TNI/Polri” dan “Pejabat Daerah” dalam Pasal 188 UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Kini setia pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 dapat dikenakan sanksi,” ujarnya.
Bunyi Pasal 71 UU Pilkada ;
(1) Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye.
(2) Petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(3) Petahana dilarang menggunakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah untuk kegiatan Pemilihan 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(4) Dalam hal petahana melakukan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Sementara bunyi di dalam Pasal 188 UU Pilkada ;
Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Kemudian terdapat penambahan frasa pasca putusan MK terhadap Pasal 188 menjadi ;
Setiap pejabat negara, pejabat daerah, anggota TNI/Polri, aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebulan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).