Pengusaha Ritel Minta PPN 12 Persen Ditunda Dulu

JAKARTA – Pengusaha ritel meminta pemerintah untuk menunda kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari yang saat ini sebesar 11 persen menjadi 22 persen pada tahun 2025.

Hal itu sebagaimana disampaikan Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Budihardjo Iduansjah.

Budi menyampaikan, permintaan penundaan kebijakan PPN 12 tersebut lantaran waktu yang saat ini dinilainya kurang tepat. Sebab pertumbuhan ekonomi nasional yang dinilai masih belum pulih.

“Ditunda (Kenaikan PPN 12 persen). Timing-nya nggak tepat. Ya setahun-setahun aja lihat lah. Siapa tahu nanti tahun depan bagus banget. Kalau lagi bagus, gapapa,” ujar Budi dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (19/11).

Di sisi lain, Budi menilai kenaikan tarif PPN tersebut akan menimbulkan efek domino. Salah satunya yakni kenaikan harga berbagai produk di pasar ritel. Bahkan kata dia, kenaikan harganya bisa mencapai 5 persen.

“Kalau (PPN jadi) 12 persen pasti nanti harga jual naik, dari pabrik naikin 12 persen, ke distributor naik 1 persen, dari distributor bisa dua tingkat lah, ada subnya, naik lagi, 1 persen, ritel naikin 1 persen, ya bisa 5 persen,” ujarnya.

menyebut, bahwa meskipun rencana kenaikan PPN tersebut belum direalisasikan, namun dampaknya sudah terasa bagi pengusaha ritel. Sebab, sudah muncul wacana di masyarakat terkait penundaan konsumsi.

“Bukan borong, ya malah memboikot, udah nggak usah beli barang, bayar PPN,” kata dia.

Menurutnya, hal tersebut akan berdampak buruk pada perekonomian. Sebab angka konsumsi masyarakat yang selama ini menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional akan menurun.

“Nah, sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus semua orang belanja, semua orang mau spend money, kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” terangnya.

Untuk itu ia mendorong pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN tersebut, meskipun kenaikan PPN tersebut sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Tapi kan di undang-undang itu bisa turun juga. Kalau nggak salah, boleh di-review turun atau naik. Ini nggak tahu kenapa naik mulu,” tandasnya.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral