JAKARTA – Penangguhan gelar doktor Bahlil Lahadalia menunjukkan adanya persoalan dalam pendidikan studi di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI). Dugaan kongkalikong dosen pembimbing yang meloloskan Bahlil harus diperiksa etik oleh Majelis Wali Amanat (MWA) UI.
Praktisi hukum, Deolipa Yumara mengatakan, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) yang menjadi pembimbing studi doktoral Bahlil Lahadalia harus menjalani proses pemeriksaan etik oleh Majelis Wali Amanat (MWA) UI. Keduanya bahkan harus diberhentikan jika terbukti melanggar etik atau aturan.
“Pak Bahlil ini dalam program doktoralnya ada co-promotor. Co-promotor ini adalah Dekan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UI. Co-promotornya, pembimbingnya langsung. Kemudian promotornya adalah Dekan FIA, Fakultas Ilmu Administrasi. Dua-duanya ini memang harus diproses ini secara etik. Kalau memang ada pelanggaran atau diduga tidak benar dua-duanya harus diberhentikan,” ucap Deolipa dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu, (16/11).
Menurut Deolipa, sangat penting bagi MWA melakukan proses etik terhadap kedua dekan itu. Pasalnya, proses pendidikan Bahlil di UI sangat janggal.
Sebagai menteri aktif Bahlil tentu sibuk. Namun, Bahlil bisa lulus dari program doktoralnya dengan predikat cumlaude dalam waktu singkat.
Ketidakwajaran ini membuat publik mengendus terdapat dugaan kolusi dalam pemberian gelar doktor Bahlil. Namun, UI belakangan ini menangguhkan pemberian gelar itu.
Deolipa mendorong Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) UI yang menjadi pembimbing studi doktoral Bahlil Lahadalia mengundurkan diri. “Jadi kita minta sekarang Dekan FEB ini dan dekan FIA ini mundur dari jabatannya karena ini sama halnya mempermalukan kredibilitas UI,” tegas Deolipa alumni Fakultas Hukum dan Fakultas Psikologi UI itu.
Selain dua dekan yang jadi pembimbing Bahlil, Deolipa juga mendorong Direktur SKSG tempat Bahlil menempuh program doktoral di UI mundur. Pasalnya, Direktur SKSG diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan jabatan dengan memudahkan seseorang seperti Bahlil lulus dan meraih gelar doktor.
“Ya tentunya Direktur SKSG sebagai (kepala) programnya harus mundur juga, harus mundur. Jangan ngeles,” ujar Deolipa.
Diketahui, UI menyatakan Bahlil resmi lulus dan meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude setelah mengikuti Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar oleh Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia, Depok, 16 Oktober 2024 lalu.
Untuk meraih gelar itu, Bahlil mengeklaim menulis disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia”.
Namun, lembaran program Bahlil ini menjadi sorotan karena dinilai tidak wajar lantaran lulus program S3 hanya dalam waktu 1 tahun 8 bulan. Selain itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga menyatakan keberatan kepada UI karena keterangan mereka dicatut dalam disertasi Bahlil. Kemudian Ketua MWA UI, Yahya Cholil Staquf menangguhkan gelar doktor Bahlil pada Rabu (13/11).