HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengacara sekaligus direktur eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) Habib Muannas Alaidid menyarankan agar Mahfud MD tak membela serta-merta Said Didu yang saat ini tengah diperkarakan dalam kasus dugaan tindak pidana penghasutan dan ujaran kebencian.
“Saran saya, sebaiknya soal kasus hukum Said Didu, pak Mahfud berkenan tidak beropini, apalagi kasusnya sudah naik ke penyidikan,” kata Muannas dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (16/11).
Apalagi menurut Muannas, Mahfud MD tak terlalu memahami duduk masalahnya, sehingga memberikan opini yang cenderung hanya berat sebelah kepada Said Didu saja. Apalagi jika opini Mahfud MD tersebut cenderung dikonsumsi publik secara mentah-mentah.
“Pak Mahfud ahli hukum, punya follower besar, bahaya kalau awam percaya kita sudah menarik kesimpulan kasusnya padahal semua tidak paham duduk perkara sebenarnya,” ujarnya.
Dalam statemennya, Muannas menilai bahwa statemen Said Didu yang menyebut bahwa para pemerintah daeah hingga ke level RT/RW telah dituduh menjadi kaki tangan pengembang hanya untuk menggusur masyarakat untuk kepentingan proyek PIK 2 (Pantai Indah Kapuk 2) di Tangerang, Banten.
“Setahu saya Said Didu itu dilaporkan oleh sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Apdesi karena pernyataannya yang beredar di sejumlah media sosial tanpa data dan fakta, dia menuduh ‘semua pejabat pemerintah daerah dari pusat sampai daerah hingga Rt/Rw sudah jadi kaki tangan pengembang untuk menggusur rakyatnya’,” tandasnya.
Statemen Said Didu ini menurut Muannas yang menjadi cikal bakal mengapa Said Didu dipolisikan oleh sejumlah kalangan, karena dinilai telah memicu polemik di kalangan masyarakat.
“Akibatnya, terjadi keresahan di masyarakat khususnya sejumlah desa di kabupaten Tangerang, warga mencurigai kepala desanya seolah ada kerja sama pengembang dengan semua perangkat desa untuk menyengsarakan rakyatnya,” tutur Muannas.
Terlebih kata Muannas, ada sejumlah masyarakat yang sudah terprovokasi dengan kebijakan jual beli lahan untuk kepentingan pengembangan PIK 2 sebagai bagian dari proyek strategis nasional.
“Sebagian warga jadi ada yang merasa dibodohi dalam jual beli. Padahal proses selama ini mereka sendiri berdasarkan kesepakatan antara pengembang dengan langsung pemilik, melalui harga yang pantas dan wajar, tidak ada unsur paksaan, bahkan pengembang justru sering kali malah yang melakukan pembelian di atas harga NJOP,” papar Muannas.
Pun jika memang ada warga yang sampai saat ini belum mau melepaskan lahan mereka karena nominal harga antara pengembang dengan pemilik lahan belum cocok pun sah-sah saja. Sebab hal itu masih dalam tahap negoisasi.
“Tentu tidak masalah kalau masih banyak warga hari ini yang merasa belum cocok soal harga, sehingga belum mau melepas tanahnya,” sambungnya.
Dengan demikian, Muannas Alaidid pun berharap agar Mahfud MD tidak ikut menggiring opini tentang kasus Said Didu di Polresta Tangerang tersebut. Apalagi jika narasi hanya berat sebelah dan cenderung memberikan perlindungan terhadap Said Didu semata.
“Jadi saran saya, sebaiknya pak Mahfud sendiri turun ke lapangan, temui warga dan kepala desa, jangan mendengar cerita sepihak. Terimakasih pak Mahfud,” pungkasnya.