HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah gencar-gencarnya mencari sumber baru penerimaan negara, dengan cara melakukan perluasan basis pajak.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pihaknya memperluas basis perpajakan dengan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Terutama dari data basis pajak yang telah dimiliki sebelumnya.
“Kami mencoba untuk terus mencari sumber baru penerimaan melalui ekstensifikasi dan juga intensifikasi terhadap sesuatu yang sudah terlaporkan di tahun-tahun sebelumnya,” terang Suryo dalam konferensi pers APBN KiTa, yang dikutip Holopis.com, Minggu (10/11).
Suryo mengatakan, pihaknya juga melakukan pengawasan dan intensifikasi dinamisasi yang dalam hal ini melakukan penegakan hukum perpajakan.
Dalam hal ini aparat pajak berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas data dan informasi yang sangat diperlukan pada waktu kami melakukan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan.
Pada 2025 mendatang, DJP juga berencana untuk menerapkan sistem inti administrasi perpajakan (Core Tax System Administration/CTAS). Menurut Suryo, implementasi core tax ini akan membantu pihaknya dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum ke depan.
“Data dan informasi baik yang dari dalam negeri maupun dari luar negeri merupakan sumber informasi yang sangat diperlukan pada waktu kami melakukan kegiatan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan,” terangnya.
Saat ini, DJP sudah di penghujung pengembangan core tax. Bahkan pada 28 Oktober 2024 sudah sampai tahap operational acceptance test. DJP berharap agar pelaksanaan operational acceptance test selesai pada Desember 2024 dan core tax bisa dijalankan pada awal tahun 2025.
“Sampai dengan akhir tahun ini adalah masa bagi kami untuk terus mendesiminasi. Tidak hanya kepada kami yang ada di dalam, di internal direktur dan internal pajak, tetapi kepada para pihak wajib pajak dan juga stakeholder yang lainnya,” ujar Suryo.
Berdasarkan data Kemenkeu realisasi penerimaan pajak per 31 Oktober 2024 telah mencapai Rp 1.517,53 triliun, atau 76,3 persen dari target penerimaan pajak 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023 penerimaan pajak mengalami kontraksi 0,4 persen.
Penerimaan pajak sebesar Rp 1.517,53 triliun terbagi dalam empat kelompok. Pertama yaitu pajak penghasilan (PPh) non migas sebesar Rp 810,76 triliun atau 76,24 persen dari target APBN dengan pertumbuhan bruto negatif 0,34 persen.
Kedua yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar sebesar Rp 620,42 triliun atau 76,47% dari target APBN. Jika dilihat secara bruto terjadi pertumbuhan bruto 7,87 persen.
Ketiga, yaitu pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya sebesar Rp 32,65 triliun atau 86,52 persen dari target APBN. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi pertumbuhan bruto 12,81 persen.
Keempat, yaitu realisasi PPh migas sebesar Rp 53,7 triliun atau 70,31 persen dari target APBN. Realisasi ini menunjukkan kontraksi 8,97 persen dari periode yang sama pada 2023.