HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia (RI) melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek alihkan pengelolaan layanan penyelenggaraan angkutan umum dengan skema pembelian layanan atau buy the service kepada pemerintah Kota Bogor.
Pengalihan tersebut ditandai dengan penandatanganan adendum Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Plt. Direktur Angkutan BPTJ, Solihin Purwantara dengan Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor, Marse Hendra Saputra di Kemayoran, Jakarta.
Dalam sambutannya, Solihin menyampaikan rasa terima kasih dan bangga kepada Pemerintah Kota Bogor dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Bogor atas kerja sama yang sangat baik selama ini.
“Kami sangat mengapresiasi atas dukungan Dinas Perhubungan Kota Bogor selama lebih dari 3 tahun ini. Tantangan dan kendala yang dihadapi di lapangan tentunya tidak dapat BPTJ hadapi sendiri, peran Walikota dan Dinas Perhubungan Kota Bogor sangat luar biasa”, ungkap Solihin.
Solihin menganggap bahwa dari segi pemilihan rute, penanganan di lapangan dan komitmen dari pemkot terhadap aktivitas BTS patut mendapat pujian. Kota Bogor menjadi leader dari penyelenggaraan layanan BTS di Jabodetabek sehingga Bogor dianggap sebagai icon pengelolaan trayek BTS terintegrasi di Bodebek.
“Kami juga mengapresiasi langkah besar dari Pak Walikota dan Pak Kadishub untuk dapat menyediakan layanan angkutan umum massal di Kota Bogor secara mandiri, sehingga pada hari ini dapat terselenggara penandatanganan adendum PKS ini”, lanjut Solihin.
Solihin juga menegaskan bahwa penyelenggaraan layanan angkutan umum massal di perkotaan akan didorong oleh PP 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
BPTJ kedepan juga akan menyusun buku pedoman mengenai tata cara pengelolaan, perencanaan, pengorganisasian, monitoring dan integrasinya, serta perbedaan antara gratis dan berbayar agar pemerintah daerah dapat lebih mudah dalam menyelenggarakan layanan BTS.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor, Marse Hendra Saputra menyampaikan bahwa dalam masa transisi ini perlu harmonisasi antara kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri.
“Yang menjadi tantangan kami saat ini adalah bagaimana menyediakan pembiayaan untuk subsidi angkutan. Karena saat ini subsidi yang di state di Permendagri hanya untuk kemiskinan dan pendidikan. Sementara aturan tentang pengelolaan keuangan di APBD harus mengacu pada Permendagri. Sampai dengan saat ini kami masih coba menyesuaikan pos kebutuhan untuk subsidi di angkutan”, ungkap Marse.
Marse menyambut baik rencana penyusunan pedoman yang dapat dijadikan rujukan agar proses transfer dari pemerintah pusat ke daerah dapat berjalan dengan baik, bisa diterima dan dapat diimlementasikan oleh pemerintah daerah.
Berkaitan dengan apa saja yang akan dilakukan oleh Dishub Kota Bogor, Marse menyampaikan bahwa saat ini tengah dipikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukan untuk mendukung BTS.
“Tidak mungkin Pemerintah pusat secara terus menerus mensubsidi daerah. Oleh karena itu kami akan mencoba konsep swastanisasi kedepannya, tapi skemanya harus diatur sehingga nantinya tidak memberatkan para investor. Harapannya program ini dapat berjalan kedepan, para investor dapat berkolaborasi tanpa ada campur tangan secara finansial dari pemerintah daerah namun rule nya tetap dipantau,” pungkasnya.