HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Politik FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah meniai penangkapan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung sulit dilepaskan dari muatan politis. Hal ini karena penunjukan PT. AP sebagai pihak swasta yang mengelola impor gula melibatkan banyak pihak, tidak hanya Tom Lembong.

“Melihat keterangan penasehat hukum Tom, bahwa yang dikatakan kerugian negara karena penunjukan PT. AP dalam kebijakan Impor gula saat itu ternyata bukan keputusan Tom Lembong seorang. Apabila hanya Tom Lembong yang seolah ditarget Kejagung maka semakin kental motif politiknya ketimbang penegakan hukum,” kata Insan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Selasa (5/11).

Insan menilai bahwa bukan hanya menteri perdagangan yang bertanggungjawab atas penunjukan PT. AP. Menteri BUMN dan Direktur PT. PPI ketika itu juga turut memiliki andil. Sehingga ia menilai jika lembaga penegak hukum patut untuk adil di dalam penanganan kasus tersebut.

“Mengapa Kejaksaan tidak mengusut Menteri BUMN dan terlebih lagi direktur PT. PPI saat itu yang memiliki andil menunjuk PT. AP? Hal semacam ini semakin membuat publik mengaitkan dengan isu penjegalan langkah Tom di politik praktis,” lanjut Insan.

Sebelumnya diberitakan, bahwa Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus impor gula, bahkan telah menahannya di Rutan Salemba sejak hari Selasa 29 Oktober 2024.

Pun demikian, tim penyidik Kejaksaan Agung ternyata belum mengungkap adanya bukti aliran uang yang diterima mantan Menteri Perdagangan 2015-2016 mantan jubir Anies Baswedan tersebut.

Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan bahwa bukti penerimaan uang tak selalu dibutuhkan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus korupsi seperti Tom Lembong. Terlebih, pihaknya menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai alas menersangkakan Tom Lembong.

“Untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana. Kan memang sudah jelas di sana, Pasal 2 dan Pasal 3,” ujar Qohar di Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

Kedua pasal tersebut, sambungnya, memiliki sejumlah unsur, yakni setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara diancam pidana. Berdasarkan beleid itu, Qohar menegaskan bahwa seseorang tak perlu mendapat keuntungan untuk dijadikan tersangka.

“Ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” ungkapnya.