HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengungkap belasan lokasi aset berupa tanah dan bangunan bos PT Jembatan Nusantara Group, Adjie yang diduga terkait kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dari 15 aset yang telah disita KPK, empat terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. 


Selain dikawasan elit itu, belasan aset yang disita tersebar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Bogor, hingga Surabaya. Ditaksir aset-aset itu bernilai ratusan miliar rupiah. 


“Ada beberapa lokasi seperti di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan ada empat lokasi. Di Bogor satu lokasi; di Menteng, Jakarta Pusat satu lokasi; di Darmo Surabaya terdapat tiga lokasi; dan ada juga Graha Familly Surabaya yang terdapat dua lokasi,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (22/10). 


Diberitakan sebelumnya, KPK telah menyita 15 aset yang bernilai ratusan miliar rupiah dari pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Ihwal penyitaan aset itu mengemuka usai Adjie diperiksa tim penyidik KPK di gedung Merah Putih KPK pada Selasa (15/10) kemarin. 


Adjie diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Diduga pemeriksaan Aset di antaranya terkait aset-aset yang telah disita itu. 


“Dilakukan penyitaan atas 15 unit tanah dan bangunan senilai ratusan miliar, dimana dua diantaranya berlokasi di Kawasan elit Jakarta,” ucap Tessa dalam keterangannya, Rabu (16/10). 


KPK membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022. Hal itu saat ini sedang didalami tim penyidik lembaga antikorupsi. 


Disebutkan, penerapan pasal pencucian uang untuk menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Terlebih, penyamaran aset itu menyulitkan pemulihan aset atau asset recovery. 


Akan tetapi jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka lembaga antikorupsi tak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU. Adapun surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah diterbitkan dalam kasus ASDP ini diketahui berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau kerugian negara. 


Diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Sejauh ini diduga telah terjadi kerugian negara yang disinyalir mencapai Rp 1,27 triliun. 


KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat tersangka itu yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.