HOLOPIS.COM, JAKARTA – Perwakilan Jala PRT, Jumisih menyayangkan bahwa sampai dengan saat ini, DPR tak kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

Ia pun mensinyalir bahwa tidak kunjung disahkannya RUU PPRT di bawah kepemimpinan Puan Maharani menunjukkan bahwa DPR lebih cenderung mengakomodir kepentingan oligarki.

“Sungguh menyedihkan kualitas DPR 2019-2024. Kinerja Legislasi DPR hanya 10% dan semata kepentingan oligarki yang anti perempuan miskin,” kata Jumisih dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Rabu (25/9).

Bagi Jumisih, pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-Undang bisa menjadi bukti bahwa anggota dewan di Senayan memang bekerja untuk rakyat. Sehingga ia berharap di era DPR periode saat ini bisa merealisasikan harapannya itu.

“Satu-satunya kesempatan untuk memperbaiki citra negatif DPR tinggal tersisa RUU PPRT. Jika itupun ditolak Bu Puan, maka sungguh keterlaluan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jumisih menegaskan bahwq Jalq PRT bersama dengan Koalisi Sipil Untuk UU PPRT akan terus berjuang menuntut hak perlindungan untuk 39 juta PRT Indonesia. 

Meskipun didukung masyarakat secara luas dan semua partai sudah setuju, Jumisih menyebut bahwa ternyata Puan Maharani masih menolak mengagendakan pengesahan RUU PPRT. 

“Jangan jadi DPR Sontoloyo. Tidak peduli, semaunya sendiri, menganggap benar diri sendiri. Hak legislasi Baleg diaborsi, Hak konsitusi jutaan PRT dikebiri. Di mana hati nurani Bu Puan Maharani?,” ketus Jumisih.

Lebih lanjut, aktivis buruh dan pekerja Indonesia ini pun menyampaikan, bahwa pagi ini beberapa PRT dan aktivis Koalisi Sipil akan melaksanakan aksi lanjutan sebagai bentuk protes yang ditujukan khusus kepada Puan Maharani 

“Pada hari Rabu 25 September 24 di depan Gerbang DPR pada pukul 10.00-11.00 WIB.  Akan hadir anggota Koalisi Sipil dari SPRT Sapulidi, FSBPI, dan mahasiswa,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan dari Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Ico juga memberikan sentimen negatif kepada DPR saat ini.

“Marhaeinisme yang sekarang menjadi Pancasila tidak dihormati. Petani, Nelayan dan Pekerja dikalahkan, DPR hanya wakil dan melayani kekuasaan. UU PRT usulan DPR  dilibas UU Kabinet dan Watimpres,” kata Ico.

Tuntutan PRT masih sama dan satu yaitu pengesahan RUU PPRT di Sidang Paripurna terakhir DPR RI 2019-2024. RUU tersebut adalah usulan DPR dan sudah ada Surpres dan DIM RUU PPRT sejak Mei 2024 dan 4 pimpinan DPR lain sudah setuju pengesahan. Kuncinya di Puan Maharani sendiri. 

“Tinggal bu Puan. Nasib RUU untuk melindungi para pekerja perempuan tinggal di tangan Puan. Pilar Marhaenisme mau dilindungi atau dibuat mati, terserah Puan Maharani,” kata Ajeng Astuti dari SPRT Sapulidi.