HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bakal Calon Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Rano Karno alias Si Doel menyatakan bahwa dirinya tidak akan menganggap lawan politiknya di Pilkada Jakarta 2024 sebagai lawan yang ringan. Akan tetapi ia memiliki keyakinan menang karena sudah mempelajari kekuatan dari dua lawan politiknya.

“Setiap lawan pasti punya kekuatan, tapi ya maaf bukan takabur, kekuatan udah bisa kita ukur,” kata Rano Karno dalam podcast di Close The Door bersama Deddy Corbuzier seperti dikutip Holopis.com, Selasa (10/9).

Jawaban ini diklaim Rano bukan bentuk kesombongan, akan tetapi memang dalam sebuah kompetisi atau pertempuran, langkah yang terbaik adalah mampu mengenali dan memperkirakan kekuatan lawan.

“Dibilang (pertandingan) berat tidak, ini wajar,” ujarnya.

Namun saat berbicara persentase kekuatan politik yang ada, ia pun akhirnya mengakui bahwa pertandingan ini memang cukup berat. Namun tidak langsung membuatnya merasa bahwa pasangan Pramono Anung Wibowo dan Rano Karno berkecil hati.

Makanya ini kenapa Pramono Anung kita nggak ganti nama. Biarin aja Mas Pram.

Sehingga langkah untuk melawan kekuatan politik yang besar di satu kubu peserta Pilkada Jakarta adalah dengan menggerakkan massa yang lebih masif.

“14 persen melawan 86%. Berat, itulah kita gerakkan masyarakat yang luar biasa, pergerakan masyarakat ini di luar ekspektasi kita,” tandasnya.

Dalam podcast ini, Rano Karno pun mengaku sudah melakukan pemetaan basis pemilih untuk di Jakarta. Di mana basis primordialnya mayoritas Jawa. Sehingga suara pemilih Jawa di Pilkada Jakarta ini akan ditarik menggunakan nama Pramono Anung yang merupakan pria kelahiran Kediri.

Berdasarkan kalkulasi basis pemilih di Jakarta, Rano menyebut mayoritas penduduknya adalah dari kalangan suku Jawa sebesar 37-38 persen. Kemudian 27 % adalah masyarakat Betawi. Kemudian disusul oleh suku Sunda, Tionghoa dan lainnya.

Jika merujuk data 2010 yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), bahwa populasi kesukuan di Jakarta antara lain ;

  1. Jawa 35,16%
  2. Betawi 27,65%
  3. Sunda 15,27%
  4. Tionghoa 5,53%
  5. Batak 3,61%
  6. Minang 3,18%
  7. Melayu 1,62%, dan
  8. Lain-lain 7,98%.

“Makanya ini kenapa Pramono Anung kita nggak ganti nama. Biarin aja Mas Pram, ngapain repot-repot (rebranding),” terang Rano.