Atas perbuatan itu, Helena didakwa dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Selain itu, Helena juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Helena menggunakan uang diduga hasil dari pengelolaan dana pengamanan seolah-olah CSR untuk membeli rumah, mobil hingga sejumlah tas mewah.

Helena disebut membeli satu unit rumah di Jalan Pluit Karang Manis IV-J-6-S/9/2 RT 006 RW 08, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, tahun 2022; satu unit ruko di Soho SOBC, Agung Sedayu, PIK 2, atas nama Helena, tahun 2020 atau 2021; satu bidang tanah yang beralamat di PIK 2 Thamrin Center atas nama Helena tahun 2020.

Lalu, satu bidang tanah dan/atau Bangunan sesuai Sertifikat Hak Milik No. 10758/Kapuk Muara, diterbitkan tanggal 22 Juni 2014 diuraikan dalam Surat Ukur tanggal 16 Desember 2013 No. 00326/Kapuk Muara/2013, luas 94 M2, terletak di Jalan Mandara Permai 6A Blok L-4 Kav No. 55, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara. Pendaftaran terakhir tanggal 12 April 2023 tercatat atas nama Helena berdasarkan akta jual beli tanggal 07 Maret 2023 No. 46/2023.

Selain itu, pembelian satu unit mobil Lexus UX300E 4×2 AT warna hitam metalik atas nama

Helena; satu unit mobil Toyota Kijang Innova Warna Putih atas nama PT Quantum Skyline dengan Nomor Polisi B 2847; dan satu unit mobil Toyota Alphard atas nama Helena tahun 2019 atau tahun 2020. 

Keuntungan dari dana pengamanan seolah-olah CSR juga digunakan Helena untuk membeli 29 tas bermerek. Mulai dari Hermes, Chanel, hingga, Louis Vuitton. 

“Bahwa dari pengelolaan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena melalui pada PT Quantum Skyline Exchange mendapatkan keuntungan yang selanjutnya dipergunakan untuk sejumlah pembelian,” tutur Jaksa. 

Helena juga disebut menyimpan sejumlah uang di beberapa money changer yakni di PT Quantum Skyline Exchange dan PT Smart Deal dengan nominal Rp 36 miliar. Adapun rinciannya yakni, Sin$2 juta dalam pecahan Sin$1.000 yang ersimpan di dalam brangkas milik Erik dan Rp 10 miliar dalam pecahan Rp 100.000 yang tersimpan di kantor money changer PT Smart Deal.  

Selain itu, Helena juga disebut menyimpan Rp 1.485.000.000 dan Rp 571.246.496 di rumahnya. Uang itu disimpan Helena dalam brankas miliknya. 

“Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan money changer yang disembunyikan dan disamarkan,” kata jaksa. 

Atas perbuatan itu, Helena didakwa Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 56 ke-1 KUHP. Lalu, Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

Dalam surat dakwaan Jaksa, Helena Lim juga disebut menghilangkan atau memusnahkan dengan sengaja bukti transaksi keuangan Harvey Moeis. Bukti transaksi keuangan tersebut merupakan transaksi pengumpulan biaya pengamanan sewa alat processing untuk penglogaman timah antara Harvey bersama-sama dengan Direktur Utama PT RBT Suparta; Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia Thamron alias Aon; Direktur PT Sariwiguna Binasentosa Robert Indarto; Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa Suwito Gunawan; General Manager Operasional PT Tinindo Internusa Rosalina; dan Marketing PT Tinindo Internusa Fandy Lingga.

“Terdakwa Helena dengan sengaja menghilangkan atau memusnahkan bukti transaksi keuangan yang dilakukan oleh Harvey Moeis bersama-sama dengan Suparta (RBT), Thamron alias Aon (CV Venus Inti Perkasa), Robert Indarto (PT Sariwiguna Binasentosa), Suwito Gunawan (PT Stanindo Inti Perkasa), Fandy Lingga dan Rosalina (PT Tinindo Internusa),” ungkap jaksa.