HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memaparkan selama satu dekade pemerintahan Presiden Joko Widodo APBN telah menggelontorkan anggaran untuk bantuan kepada masyarakat miskin, rentan dan kelas menengah.
Dia mengatakan, bantuan berupa subsidi dan kompensasi energi dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, termasuk masyarakat kelas menengah ke atas alias orang kaya. Hal itu dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Bendahara Negara itu menyampaikan, subsidi yang diberikan pemerintah diberikan agar masyarakat dapat menikmati produk energi, seperti bahan bakar minyak (BBM), listrik hingga LPG dengan harga yang lebih rendah.
“Subsidi kompensasi memproteksi daya beli masyarakat hingga seluruh desil. Artinya semua masyarakat baik yang miskin, menengah dan kaya semuanya menikmati subsidi tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (16/8).
Namun, ia mengakui bahwa pemberian subsidi sampai dengan saat ini memang masih terdapat persoalan yang namanya salah sasaran. Namun ditekankan olehnya, subsidi telah membantu mendongkrak daya beli masyarakat.
Pada tahun 2024, anggaran subsidi dan kompensasi tercatat sebesar Rp 334,8 triliun. Sri Mulyani mengklaim, hal itu mampu menurunkan angka kemiskinan, sekaligus tingkat pengangguran di Indonesia.
“Kemiskinan menurun dengan berbagai pertumbuhan kitan inklusif berkualitas, kelompok yang paling rentan miskin bisa menikmati,” ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasi LPG 3 kilogram solar, minyak tanah dan listrik akan dilanjutkan tahun depan. Dimana dalam RAPBN 2025, subsidi dan kompensasi energi ditetapkan sebesar Rp 394,3 trilun.
Secara keseluruhan, bantalan bagi masyarakat miskin dan rentan diberikan dalam lingkup anggaran perlindungan sosial. Selain subsidi energi ada pula program keluarga harapan atau PKH, Kartu Indonesia Pintar, dan jaminan kesehatan.
Tak cuma itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pemerintah juga memberikan insentif fiskal berupa pembebasan pajak pertambahan nilai atau PPN yang dikabarkan bakal naik menjadi 12 persen di tahun depan.
Namun Sri Mulyani menegaskan, PPN tidak akan diterapkan untuk barang-barang seperti barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, serta transportasi. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Jadi PPN 12 persen di Undang-undang harmonisasi perpajakan, barang-barang itu tidak kena PPN, itu memproteksi dan dinikmati bahkan pada kelompok kelas menengah sampai ke atas,” pungkasnya.