Harvey Moeis Disebut Punya Kedekatan dengan Direksi PT Timah (TINS)

BNCC Techno Talk 2024

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Suami Artis Sandra Dewi, Harvey Moeis disebut memiliki kedekatan dengan direksi PT Timah Tbk (TINS). Hal itu yang mendorong Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta  meminta Harvey Moeis melakukan negosiasi sewa menyewa smelter milik PT Refined Bangka Tin dengan PT Timah. 

Demikian terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Harvey Moeis yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8). Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin diketahui didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 300,003 triliun terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Tindak pidana dilakukan Harvey bersama-sama dengan Suranto Wibowo selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Periode Januari 2015-Maret 2019; Amir Syahbana selaku Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode Mei 2018-November 2021 dan selaku Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode Juni 2020-November 2021; Rusbani selaku selaku Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode Maret 2019-Desember 2019.

Lalu, Bambang Gatot Ariyono selaku Direktur Jendral Minerba Kementerian ESDM periode 2015-2020; Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021; Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020; Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017-Februari 2020.

Kemudian, Tamron alias Aon selaku Beneficial Owner CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia; Achmad Albani selaku General Manager Operational CV Venus Inti Perkasa dan General Manager Operational PT Menara Cipta Mulia; Hasan Tjhie selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa; Kwan Yung alias Buyung selaku pengepul bijih timah (kolektor); Suwito Gunawan selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa; M.B Gunawan selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa sejak tahun 2004.

Selain itu, Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak 30 Desember 2019; Hendry Lie selaku Beneficial Ownership PT Tinindo Internusa; Fandy Lingga selaku Marketing PT Tinindo Internusa sejak tahun 2008 sampai dengan Agustus 2018; Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017 sampai dengan tahun 2020; Suparta selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2018; Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Refined Bangka Tin sejak tahun 2017.

Dalam surat dakwaan, Harvey Moeis disebut sudah berteman dengan Suparta sejak tahun 2014. Nah, pada tahun 2018 terdakwa Harvey Moeis bertemu dengan Suparta dan Direktur Pengembangan Bisnis RBT, Reza Ardiansyah di kantor PT Refined Bangka Tin (RBT) yang beralamat di TCC Batavia, Jakarta Pusat. 

“Dalam pertemuan tersebut Suparta yang sudah 

mengetahui bahwa terdakwa Harvey Moeis memiliki kedekatan dengan direksi PT Timah, Tbk meminta untuk melakukan negosiasi sewa menyewa smelter milik PT Refined Bangka Tin dengan PT Timah,” ucap jaksa, seperti dikutip Holopis.com.

Adapun PT Refined Bangka Tin yang membidangi pertambangan didirikan pada tahun 2007 berdasarkan Akta Notaris Nomor 15 tanggal 16 Juli 2007. Saat itu komposisi pemegang saham yakni, Suparta sebanyak 73%; Surianto 17%; dan Frans Muller 10%. Sementara Suparta saat itu menjabat sebagai Dirut dan istrinya, Anggreini selalu Komisaris PT Refined Bangka Tin. 

“Bahwa sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2015 terjadi beberapa kali pergantian kepemilikan saham PT Refined Bangka Tin, dimana sesuai dengan Akta Nomor: 7 tanggal 3 Agustus 2016 pemegang saham sekaligus pengendali perusahaan PT Refined Bangka Tin adalah Iwan Bintoro Tju sebagai pemegang 29.970 Lembar saham PT Refined Bangka

Tin; Sylvia Hasan sebagai pemegang 30 Lembar saham PT Refined Bangka Tin dengan jumlah modal perusahaan adalah sebesar Rp 15 miliar,” tutur jaksa. 

“Bahwa pada tahun 2016 berdasarkan Akta Nomor: 7 tanggal 8 Agustus 2016 Tentang Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Refined Bangka Tin yang dibuat dihadapan Notaris Irma Bonita, SH, susunan pengurus PT Refined Bangka Tin dialihkan kepada Suparta dan Istrinya Anggreini. Demikian juga dengan susunan pemegang saham mengalami perubahan (dengan komposisi) Suparta sebanyak 73%; Surianto 17%; dan Frans Muller 10%,” ditambah jaksa. 

Disebutkan, PT Refined Bangka Tin yang merupakan perusahaan pemurnian dan pelogaman timah tidak melakukan penambangan sendiri, akan tetapi penambangan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan PT RBT. 

Singkat cerita, Harvey dengan sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah mengadakan pertemuan dengan Mochtar Riza, Alwin Albar dan 27 pemilik smelter swasta. Dalam pertemuan itu mereka membahas permintaan atas bijih timah sebesar lima persen dari kuota ekspor smelter-smelter swasta.

Dengan sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah, Harvey disebut meminta kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa untuk melakukan pembayaran ‘biaya pengamanan’ kepada Harvey sebesar US$500 sampai dengan US$750 per ton yang seolah-olah dicatat sebagai Coorporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey atas nama PT Refined Bangka Tin.

Harvey juga menginisiasi kerja sama sewa alat processing untuk penglogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki Competent Person (CP) antara lain CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa dengan PT Timah Tbk.

Dengan sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah bersama smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa, Harvey melakukan negosiasi dengan PT Timah Tbk terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta hingga menyepakati harga tanpa didahului studi kelayakan (Feasibility Study) atau kajian yang memadai/mendalam.

Selain itu, Harvey dengan sepengetahuan Suparta dan Reza Andriansyah bersama smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa menyepakati dengan PT Timah Tbk untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dengan tujuan melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk.

Bersama Suparta dan Reza Andriansyah melalui PT Refined Bangka Tin, Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa, Tamron, Achmad Albani, Kwan Yung dan Hasan Tjhie alias Asin melalui CV Venus Inti Perkasa, Suwito Gunawan dan M.B Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa, Hendry Lie, Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa, Harvey melakukan kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah dengan PT Timah Tbk yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah Tbk maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah Tbk.

Ironinya, Suranto Wibowo, Rusbani dan Amir Syahbana yang memiliki tugas dan fungsi selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada periode yang berbeda dalam kurun waktu Januari 2015 sampai dengan Desember 2022 tidak melakukan pengawasan dan pembinaan terkait hal tersebut. Selain itu, Bambang Gatot selaku Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang disebut memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT Timah Tbk tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan yang memadai atau mendalam.

Menurut jaksa, hal itu mengakibatkan terjadi kerusakan lingkungan baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

Harvey bersama Mochtar Riza, Emil Ermindra dan Alwin Albar menyepakati harga sewa peralatan processing penglogaman timah sebesar US$4.000/ton untuk PT Refined Bangka Tin dan US$3.700/ton untuk empat smelter (PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa) tanpa studi kelayakan dengan kajian dibuat tanggal mundur.

Melalui Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange, Harvey menerima ‘biaya pengamanan’ dari perusahaan smelter yaitu PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa. Biaya tersebut selanjutnya diserahkan kepada Harvey.

“Bahwa menindaklanjuti kesepakatan yang sudah dibuat oleh terdakwa Harvey Moeis dengan para pemilik smelter swasta maka terdakwa Harvey Moeis mengatur mekanisme pengumpulan dana pengamanan yang seolah-olah biaya Corporate Social Responsibility (CSR) dengan cara ada yang diserahkan secara langsung kepada terdakwa Harvey Moeis dan ada yang ditransfer melalui rekening money charger PT Quantum Skyline Exchange atau ke money changer lain yang ditunjuk oleh HELENA. PT Quantum Skyline Exchange merupakan milik Helena, akan tetapi Helena menempatkan Kristiono sebagai direktur dan pemilik saham,” kata jaksa. 

Dalam dakwaan jaksa mengungkap sejumlah mekanisme pengiriman uang seolah-olah Corporate Social Responsibility sebesar USD500 s/d USD750 Per Ton dari masing-masing perusahaan smelter swasta. Salah satunya dilakukan dengan cara transfer dan setor tunai ke rekening PT. Quantum Skyline Exchange. 

“Bahwa uang yang telah masuk kerekening PT. Quantum Skyline Exchange, terdakwa Harvey Moeis meminta Helena mengubah bentuk uang tersebut dari rupiah ke mata uang asing (antara lain dollar singapura dan dollar amerika), kemudian terdakwa Harvey Moeis meminta kepada HELENA agar uang mata uang tersebut di serahkan kepada Anggreini dan Triyanti Retno Widyastuti di rumah Jalan Gunarwarman nomor 31 – 33 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Selanjutnya Anggreini dan Triyanti Retno Widyastuti menginformasikan terdakwa Harvey Moeis bahwa uang tersebut sudah diterima, kemudian terdakwa Harvey Moeis mengambil uang tersebut,” papar jaksa. 

Atas dugaan perbuatan itu, Harvey didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain pasal tersebut, Harvey juga didakwa dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dia didakwa atas Pasal 3 atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Harvey diduga menggunakan uang yang diterimanya untuk membeli tanah, membayar sewa rumah, membeli sejumlah mobil, membeli 88 tas bermerek, membeli perhiasan, hingga untuk keperluan pribadi istrinya Sandra Dewi.

“Bahwa uang yang sudah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis dari rekening PT Quantum Skyline Exchange dan dari penyerahan langsung (tunai), selanjutnya oleh terdakwa Harvey Moeis sebagian diserahkan ke Suparta untuk operasional Refined Bangka Tin dan sebagian lainnya digunakan oleh terdakwa Harvey Moeis untuk kepentingan terdakwa,” ujar jaksa.

Uang yang ditampung di rekening PT. Quantum Skyline Exchange juga ada mengalir ke rekening Sandra Dewi senilai Rp 3.150.000.000 dan rekening Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewi senilai Rp 80 juta. 

“Untuk keperluan Sandra Dewi,” ungkap jaksa. 

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral

Enable Notifications OK No thanks