HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat keamanan dan intelijen, Ngasiman Djoyonegoro menilai bahwa RUU Polri yang saat ini sudah bergulir di DPR RI merupakan sebuah agenda untuk menjawab tantangan Polri di tengah dinamika kekinian.
Apalagi kata dia, kejahatan saat ini sudah banyak menggunakan perangkat teknologi informasi yang kemudian disebut dengan istilah Cyber Crime. Sehingga payung hukum yang dimiliki Polri harus adaptif sehingga mereka bisa bergerak lebih cepat dan tepat.
“RUU Polri diusulkan tentu saja bertujuan untuk menjawab perkembangan kejahatan terkini. Utamanya kejahatan berbasis internet. Hampir semua kejahatan tradisional menggunakan internet sebagai medianya,” kata Ngasiman saat dihubungi Holopis.com, Selasa (13/8).
Menurut pria yang karib disapa Simon ini, bahwa jika dibandingkan dengan model kejahatan konvensional, mencuri rerata menggunakan perangkat keras seperti linggis dan sebagainya. Akan tetapi, model kejahatan berbasis cyber cukup menggunakan perangkat teknologi yang bisa digunakan dengan jarak jauh.
“Dulu orang mencuri dengan cara membawa linggis. Sekarang orang mencuri cukup pake handphone atau komputer, hasilnya lebih banyak,” ujarnya.
Sehingga wajar ketika saat ini marak terjadi praktik cyber crime yang berimplikasi pada pencurian data privasi masyarakat untuk kepentingan praktik kejahatan lainnya. Misalnya penipuan online, pinjaman online dan modus kejahatan berbasis siber lainnya.
“Munculnya kejahatan terkait data, pelanggaran privasi adalah beberapa contoh bagaimana internet telah mendorong orang-orang jahat mencari cara baru,” sambung Simon.
Sehingga ia yakin jika RUU Polri ini disahkan, tentu akan berdampak sangat positif bagi kinerja dan ruang gerak Polri sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia.
“Saya kira RUU Polri yang sedang diusulkan hendak menjangkau itu semua. Kewenangan, kapasitas kelembagaan, desain organisasi serta hal-hal lain harus diupayakan untuk mencapai tujuan pembentukan kepolisian dalam pengayoman, ketertiban dan penegakan hukum yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman,” paparnya.
Lebih lanjut, Simon pun memberikan catatan, bahwa yang perlu benar-benar diperhatikan dalam RUU Polri adalah bagaimana membangun desain kewenangan dan kelembagaan yang clear, tidak tumpang tindih dengan kelembagaan yang sudah ada seperti TNI, BIN, BSSN, Kominfo, Kejaksaan dan KPK.
“Itu semua harus disinkronkan pengaturannya,” tegasnya.
Kemudian hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana paradigma yang dianut dalam pengembangan Polri, ini akan memberikan perubahan yang fundamental. Saat ini kata Simon, pemikiran seperti democratic policing, community policing dan sejumlah konsep lain bermunculan.
“Perlu dipertimbangkan paradigma model apa yang dianut. Karena pemilihan paradigma ini akan mempengaruhi cara kerja Kepolisian di masa yang akan datang,” pungkasnya.