HOLOPIS.COM, ROTE NDAO – Pakar hukum pidana dari Universitas Negeri Cendana (Undana) Kupang, Dr. Aksi Sinurat menyampaikan bahwa tindakan pemungutan pajak terhadap tambang galian C ilegal di Kabupaten Rote Ndao, meskipun berdasarkan Peraturan Daerah (Perda), adalah tindakan yang melanggar hukum dan termasuk tindak pidana.
Menurut Sinurat, tambang ilegal adalah kegiatan penggalian yang dilakukan tanpa izin resmi. Jika penambangan tersebut ilegal, maka setiap pungutan pajak yang diambil berdasarkan Perda juga menjadi ilegal.
“Perbuatan-perbuatan ilegal itu, siapa pun yang ada di dalamnya harus tunduk kepada hukum yang berlaku. Tidak bisa mengklaim legalitas hanya karena adanya Perda jika penambangannya sendiri tidak sah,” kata Sinurat seperti dikutip Holopis.com, Senin (5/8).
Ia menambahkan, pihak yang memungut pajak dari kegiatan tambang ilegal sama-sama melakukan pelanggaran hukum. Sehingga Sinurat pun menyayangkan adanya dugaan bahwa penegak hukum di Kabupaten Rote Ndao mungkin menerima sesuatu dari pihak pengelola tambang ilegal, sehingga mereka membiarkan kegiatan tersebut berlangsung.
Selain itu, Sinurat mengkritik keras dinas terkait yang bekerja sama dengan oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi dari pajak tambang ilegal.
Ia menekankan bahwa semua pihak, termasuk penegak hukum, harus bertindak sesuai dengan aturan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau finansial.
Dalam konteks ini, Sinurat mengharapkan tindakan tegas dari aparat penegak hukum, termasuk Kapolri dan Kapolda NTT, untuk menindaklanjuti masalah ini dan memastikan pelaksanaan hukum yang konsisten di Kabupaten Rote Ndao.
“Kita harus menegakkan hukum dengan konsisten dan tidak tunduk pada uang atau kepentingan pribadi,” tegasnya.
Dengan demikian, penggunaan Perda untuk melegitimasi pungutan pajak dari tambang ilegal di Rote Ndao merupakan kesalahan besar yang harus segera ditangani oleh pihak berwenang.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Rote Ndao, Diksel Haning, menegaskan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam pengurusan izin usaha pertambangan galian C, seperti pasir dan batu. Menurutnya, urusan perizinan tersebut merupakan tanggung jawab instansi lain.
“Kami Dinas Badan Pendapatan hanya fokus pada pemungutan pajak dari subjek dan objek yang memenuhi syarat,” kata Hening, Rabu (31/7).
Kemudian, Haning juga menyoroti pentingnya kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas penambangan ilegal. Ia mengingatkan bahwa siapa pun yang melakukan aktivitas penambangan tanpa izin dapat dikenakan sanksi berat sesuai dengan pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK dapat dipidana dengan penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga 10 miliar rupiah.
“Penjual atau pengusaha juga wajib memiliki izin penjualan dan pengangkutan sesuai dengan pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020,” tambahnya.
Dalam penjelasannya, Haning menggarisbawahi bahwa peraturan daerah (Perda) yang berlaku hanya mengatur pengambilan bahan mineral, bukan soal izin usaha.
“Bapenda hanya berperan dalam pemungutan pajak berdasarkan Perda, sementara masalah izin merupakan domain instansi lain yang berwenang,” ujarnya.