HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bagi Sobat Holopis yang sering mantengin media sosial, pasti pernah melihat istilah tobrut dari netizen-netizen yang kebanyakan kurang bertanggungjawab. Istilah trending itu ternyata memiliki makna yang tidak senonoh.
Tobrut menggambarkan dada wanita yang berukuran besar dengan menggunakan istilah ‘t*ket brutal’.
Komisionar Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa menlontarkan kata tobrut itu adalah sebuah pelecehan seksual nonfisik yang merupakan delik aduan.
Jika ada yang tersinggung dan melaporkan sebutan itu, maka yang menyebutkan tobrut bisa dilaporkan ke polisi.
“Pelecehan seksual nonfisik ini dikategorikan sebagai delik aduan, yaitu hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana,” kata Siti Aminah, dikutip Holopis.com, Kamis (1/8).
“Dalam delik aduan, penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan,” lanjutnya.
Karena itu, Siti pun mengatakan perlunya sebuah sosialisasi dan pendekatan sosial terkait pelecehan seksual non fisik.
Penting untuk masyarakat sadar dan paham untuk menghormati tubuh manusia dan keunikannya, agar tidak menjadikannya sebagai bahan ejekan atau objek seksual.
Asal Muasal Istilah Tobrut
Istilah tobrut awalnya muncul dari Tiktok dan X/Twitter. Istilah viral ini sering kali diucapkan oleh anak muda untuk istilah menjelaskan wanita dengan payudara berukuran besar.
Kata ‘t*ket brutal’ pun sering kali dilemparkan di kolom komentar dan istilah-istilah yang diteriakkan kepada perempuan-perempuan dengan bentuk tubuh tertentu.
Seksolog kenamaan Dokter Boyke mengatakan bahwa ini adalah istilah yang melecehkan, sehingga mengimbau masyarakat untuk tidak lagi menggunakan istilah tobrut.
“Tolong ya jangan kasih komen kalau ada wanita-wanita yang lagi posting dirinya tiba-tiba dikomentarin tobrut, tobrut, tobrut. Ya kamu ngerti kan maksudnya karena itu kan sama saja dengan melecehkan mereka,” kata Dokter Boyke.
Sebagai informasi, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 Tahun 2022 Pasal 5, orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik tersebut bisa diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta.