HOLOPIS.COM, JAKARTA – Peneliti dan pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Solahudin menyebut penanggulangan deportan yang terpapar radikalisme-terorisme, baik yang bergabung dengan ISIS maupun yang menjadi pekerja migran Indonesia di luar negeri, memerlukan instrumen yang user-friendly.
“Masalah kita itu, instrumen yang kita punya terlalu canggih sampai-sampai kita kesulitan menggunakannya,” kata Solahudin pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Strategi Penanggulangan Deportan Terpapar Radikalisme-Terorisme Guna Mengoptimalkan Penegakan Hukum Dalam Rangka Terwujudnya Keamanan Dalam Negeri”, Senin (29/7) di Cosmo Amaroossa Jakarta, Cilandak, Jakarta Selatan seperti dikutip Holopis.com.
“Yang kita perlukan sekarang adalah instrumen yang user-friendly, yakni instrumen yang bisa digunakan oleh siapa saja. Kan kita maunya berhasil, ya gunakan instrumen yang mudah digunakan,” lanjut dia.
Sebelumnya, perwakilan dari Idensos Densus 88 menyebut lima kategori yang biasa digunakan untuk mengelompok deport faktor atau alasan seseorang menjadi deportan, yakni Ideologi (berangkat ke Suriah berdasarkan keinginan sendiri), faktor keluarga, korban propaganda (terpapar propaganda di dunia maya), WNI yang lahir di Suriah, WNI yang terjebak di sana (sedang sekolah atau bekerja di sana).
Mengutip data Satgas FTF BNPT tahun 2024, saat ini terdapat 583 deportan terpapar paham radikalisme-terorisme yang tersebar di 21 wilayah di Indonesia. Jumlah ini termasuk mereka yang ingin bergabung dengan ISIS maupun mereka yang menjadi pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
Merespons data ini, akademisi dan penulis buku Leebarty Taskarina menyebut Perlu adanya pergeseran fokus dalam isu terorisme ke arah penanganan yang lebih humanis. Meskipun pergerakan kelompok teror tetap menjadi perhatian utama, kita juga harus memprioritaskan pendekatan kemanusiaan dalam penanganannya. Pendekatan ini mencakup perhatian khusus pada isu-isu sensitif seperti gender, yang seringkali menjadi aspek terabaikan dalam penanganan radikalisme.
FGD yang merupakan bagian dari program aktualisasi diri bagi peserta didik Sespimti ini dihadiri langsung oleh Irjen Pol Eddy Hartono selaku pembimbing dari Kombes Pol Dr. Didik Novi Rahmanto yang merupakan Serdik Sespimti Dikreg ke-33 T.A 2024.
Hadir pula Kepala Sentra Handayani Romal Uli Jaya Sinaga, akademisi sekaligus Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Muhamad Syauqillah, pengamat terorisme Sholahuddin, akademisi dan penulis buku Leebarty Taskarina, Muhammad Makmun Rasyid dari BPET MUI, serta jurnalis sekaligus pengamat terorisme Khoirul Anam.