HOLOPIS.COM, JAKARTA – Penagih utang atau sering juga disebut sebagai debt collector alias DC merupakan pihak yang bertugas untuk menagih kredit pada nasabah yang melanggar perjanjian utang piutang yang telah disepakati di awal.
Namun, seringkali debt collector menjadi sosok yang menakutkan bagi pemilik utang. Sebab selama ini, mereka seringkali menghantui dan juga tidak ragu datang ke rumah untuk menagih hutang. Hal ini tentu dapat membuat panik bukan kepalang.
Terlepas dari itu, ternyata Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merinci ketentuan bagi debt collector penyelenggara pinjaman online (pinjol) peer to peer (P2P) lending melalui peta jalan atau road map Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman menjelaskan, bahwa setiap penyelenggara wajib menjelaskan terkait prosedur pengembalian dana kepada debitur atau nasabahnya.
Selain itu, terdapat juga ketentuan dan etika dalam proses penagihan yang dilakukan oleh debt collector. “Dalam penagihan penyelenggara memastikan tenaga penagihan harus mematuhi etika penagihan,” ujar Agusman beberapa waktu lalu, seperti dikutip Holopis.com.
Selanjutnya, penyelenggara juga dilarang menggunakan ancaman, bentuk intimidasi, dan hal-hal negatif lainnya termasuk unsur SARA dalam proses penagihan utang.
Bahkan, OJK juga mengatur waktu penagihan bagi para penyelenggara kepada debitur maksimal hingga pukul 20.00 waktu setempat. “Jadi tidak 24 jam. Maksimal sampai jam 8 malam,” ungkapnya.
Terakhir, Agusman juga menegaskan, para penyelenggara wajib bertanggung jawab terhadap semua proses penagihan. Artinya, debt collector atau jasa penagih yang memiliki kontrak dengan pihak penyelenggara berada di bawah tanggung jawab penyelenggara.
“Jadi kalau ada kasus bunuh diri, penyelenggara bertanggung jawab,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, road map ini sejalan dengan aturan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan atau UU PPSK.
Dalam Pasal 306 UU tersebut, mengatur jika pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) melakukan pelanggaran dalam penagihan hingga memberikan informasi yang salah kepada nasabah, maka akan ada hukuman pidana yang ditanggung.
Adapun hukuman pidana tersebut berupa hukuman penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 250 miliar.