HOLOPIS.COM, JAKARTA – Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) sekaligus mantan Menko Polhukam, Prof Mahfud MD menceritakan sisi gelap dari proses seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pernah ia alami ketika masih aktif menjadi Anggota DPR RI periode 2004-2008.
“Dulu saya Komisi III, saya nih, masih ada saksinya sekarang orang ini, pemilihan KPK yang angkatan Antasari Ashar cs itu kan yang memilih angkatan saya di DPR. Saya sudah memilih seseorang a, b, c, d, tiba-tiba yang ranking satu menurut fraksi saya itu mengutus orang, mengantar uang ke ruang saya,” kata Mahfud MD dalam video Terus Terang yang dikutip Holopis.com, Rabu (24/7).
Ketika ditanya maksudnya, Mahfud mengungkapkan, utusan orang itu menyampaikan jika uang yang dibawa merupakan titipan untuk fraksinya agar ia dipilih. Akhirnya, uang tersebut ditolak mentah-mentah dan Mahfud menyampaikan ke utusan itu jika nanti fraksinya akan memilih.
Namun, seketika utusan itu pergi, Mahfud langsung menghubungi anggota-anggota DPR RI lain yang berada di fraksinya saat itu. Mahfud yang marah meminta mereka agar tidak memilih orang itu sekalipun sebelumnya sudah sempat direncanakan akan dipilih.
“Saya telfoni satu-satu, ada Imam Anshori Saleh, ada Hajar Wafa, kemudian ada Masduki, saya telfoni jangan pilih itu, yang tadi itu, saya bilang. Kenapa, ngantarkan uang ke sini, saya bilang,” ujarnya.
Akhirnya, fraksi Mahfud sepakat untuk tidak memilih orang tersebut untuk menjadi pimpinan KPK. Padahal, orang itu hampir nomor satu dan jika fraksi Mahfud ikut memilih orang itu akan menjadi nomor satu dalam seleksi pimpinan KPK saat itu.
“Tidak terpilih, padahal dia hampir nomor satu waktu itu, kalau masuk nomor satu, kalau fraksi saya tidak ke luar dia masuk, iya, ini masih ada saksinya, Imam Anshori Saleh, masih ada sekarang, saya telfoni jangan pilih dia, kenapa pak, tadi kan sudah dinilai bagus, ngantar uang nih untuk Anda untuk saya, tapi saya kembalikan saya bilang, tahun 2006,” terangnya.
Mahfud yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 ini pun menilai, bahwa tindakan-tindakan seperti ini, termasuk melakukan lobi-lobi, malah membuat proses seleksi pimpinan KPK rusak, karena sudah tidak obyektif lagi. Pun seleksi KPK terakhir ketika ada yang meminta dukungan ormas atau bertemu pimpinan partai.
Lantas, ia juga menerangkan bahwa lobi-lobi yang dilakukan itu memang diniatkan agar nama mereka sudah terdengar sebelum dilakukannya tes. Artinya, ketika tes dilaksanakan orang sudah mendengar namanya, tidak lagi obyektif. Sehingga, orang sebelum itu sudah dengar namanya sebelum dites, ini akan lulus dan benar karena sudah ada lobi-lobi, bukan obyektivitas.
“Nah, oleh sebab itu, menurut saya sekarang ini DPR harus mulai, ini kan DPR baru lah, mari perbarui,” ujar Mahfud.
Selain itu, Mahfud menambahkan, saat ini mungkin masih banyak orang yang merasa tidak puas dengan hasil Pilpres atau Pileg kemarin. Tapi, ia mengingatkan, Indonesia harus berjalan, sehingga tidak perlu menunggu mereka yang tidak puas agar setuju.
Maka itu, Mahfud mengimbau agar semua melanjutkan perjalanan dan yang menang kontestasi atau sudah terpilih oleh rakyat dapat bekerja dengan baik. Termasuk, untuk membenahi dan mengembalikan kinerja hebat KPK seperti masa-masa sebelumnya.
“Membawa amanat bangsa Indonesia ini agar Indonesia menjadi lebih baik, jangan pakai lobi-lobi lagi, kalau bisa tidak usahlah pakai sistem paket sistem paket begitu, sudahlah masing-masing orang menilai siapa yang bagus dari ini,” kata Mahfud.