HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menguatkan bukti adanya perbuatan pihak yang diduga berupaya merintangi proses penyidikan atau obstruction of justice kasus mantan caleg PDIP Harun Masiku.

Lembaga anti korupsi tak segan menjerat pihak yang terlibat dengan pasal perintangan atau Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika ditemukan bukti permulaan yang cukup. 

Peluang penerapan Pasal 21 UU Tipikor mencuat setelah KPK memeriksa saksi Dona Berisa pada Kamis (18/7). Dona merupakan istri Saeful Bahri, penyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. 

“Sementara (masih) dikumpulkan alat buktinya. Namun detailnya seperti apa, upayanya seperti apa, siapa yang diduga mungkin ada keterlibatan di situ masih sementara dikumpulkan,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugianto di kantornya, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (19/7). 

Tessa tak menampik, penyidik mengendus adanya dugaan perintangan dalam pencarian Harun yang buron dari hasil pemeriksaan. Namun, juru bicara berlatar belakang penyidik itu saat ini belum mau berbicara banyak terkait dugaan tersebut. 

“Sedang didalami oleh penyidik. Jadi kita tunggu prosesnya,” kata Tessa. 

Diketahui, Harun Masiku jadi buronan setelah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk menjabat sebagai anggota DPR lewat pergantian antar waktu (PAW). Selain Harun dan Wahyu, KPK juga menjerat mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan kader PDIP Saeful Bahri. 

Adapun Wahyu, Saeful, dan Agustiani telah divonis dan dinyatakan bersalah. Sementara, Harun masih berstatus buronan setelah lolos dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Januari 2020 lalu.

Dalam melacak keberadaan Harun Masiku, KPK kembali memeriksa sejumlah saksi. Teranyar, penyidik KPK sudah memeriksa empat saksi untuk mencari keberadaannya setelah mengantongi informasi baru. 

Salah satunya adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Sebelum Hasto, penyidik lebih dahulu memeriksa pengacara bernama Simeon Petrus, serta dua pelajar atau mahasiswa bernama Melita De Grave dan Hugo Ganda.