Holopis.com Kelima adalah PHK (pemutusan hubungan kerja) yang dipermudah. Iqbal mengatakan bahwa proses PHK di rezim upah murah saat ini telah dipermudah, sehingga membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.

“Keenam, pengaturan jam kerja yang terlalu fleksibel. Dengan demikian, jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi,” paparnya.

Ketujuh, adalah pengaturan cuti yang tidak adanya kepastian upah selama cuti diambil oleh pekerja, khususnya bagi buruh perempuan. Bagi Iqbal, situasi ini jelas menambah kerentanan dan diskriminasi bagi buruh di tempat kerja.

Kedelapan adalah tenaga kerja asing. Bagi Iqbal, pembukaan kran pekerja kasar asing yang cenderung tanpa pengawasan ketat juga menambah lembaran persoalan bagi buruh Indonesia.

“Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal,” tukasnya.

Terakhir yakni yang kesembilan adalah hilangnya sanksi pidana. Sebab kata Iqbal, penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan bahwa bagi kaum buruh, sidang pada hari Rabu, 17 Juli 2024 besok adalah sidang penentuan. Oleh karena itu, Partai Buruh bersama KSPI, KSPSI, KPBI, dan KSBSI berharap hakim memutuskan untuk mencabut klaster ketenagakerjaan.

“Bilamana tidak akan melakukan mogok nasional akan diikuti 5 juta buruh di seluruh Indonesia. Buruh keluar dari pabrik tidak melakukan produksi,” pungkas Iqbal.