Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso meminta agar Polri jujur dalam penanganan perkara, apalagi kasus tersebut sampai membuat korban jiwa. Hal ini disampaikan oleh Sugeng untuk merespons kasus kematian pelajaran SMP di Padang, Afif Maulana yang diduga tewas usai disiksa oleh oknum anggota Polisi.

“IPW menilai Kapolda Sumbar sudah melaksanakan arahan sesuai Surat Telegram Kapolri nomor: ST/2162/X/HUK.2.8./2021 dalam pencegahan kekerasan berlebihan oleh anggota Polri,” kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Holopis.com, Jumat (28/6).

Ia yakin ada kesalahan yang dilakukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugasnya sehingga membuat remaja tersebut tewas, dan akhirnya ditemukan mengambang di sebuah sungai.

Ia meminta agar jangan sampai ada upaya untuk menutup-nutupi kasus ini dari fakta sebenarnya, dan memastikan oknum anggota polisi yang bersalah dalam perkara ini agar diproses dan diadili.

Bahkan lebih lanjut, kasus kelalaian ini juga bisa berdampak serius pada jabatan pimpinan di kesatuan maupun di level tertentu, seperti Kapolsek maupun Kapolres.

“Tinggal yang ditunggu adalah punishment terhadap atasan langsung dari personel yang berbuat kekerasan tersebut serta melakukan proses pidana aniaya yang mengakibatkan mati dengan proses sientifik kriminal investigasi,” ujarnya.

Setidaknya, ada 11 (sebelas) poin penting disampaikan Sugeng terkait dengan Surat Telegram yang dikeluarkan oleh Kapolri pada tahun 2021 tersebut.

Pertama, Sugeng menyebut bahwa Kapolri memerintahkan agar Kapolda mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan, dan berkeadilan.

Kedua, Kapolda harus melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.

Ketiga, Kapolri meminta agar Kapolda segera emerintahkan kepada Kabidhumas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi.

Keempat, Kapolda harus memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar senantiasa mengedepankan kode etik profesi Polri.

“Agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” tutur Sugeng.

Kelima, Kapolda harus mberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuataan dalam Tindakan Kepolisian.

Keenam, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi, harus didahului dengan latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.

Keenan, Kapolda juga harus memperkuat pengawasan, pengamanan, dan pendampingan oleh fungsi profesi dan pengamanan, baik secara terbuka maupun tertutup, pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.

Kedelapan, Surat Telegram tersebut juga memerintahkan agar Kapolda selali mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya, tidak melakukan tindakan arogan kemudian sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, menganiaya, menyiksa, dan tindakan kekerasan yang berlebihan kepada masyarakat.

Kesembilan, Kapolda wajib memerintahkan fungsi operasional, khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat, untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.

Kesepuluh, semua Kapolda juga harus memerintahkan para Direktur, Kapolres, Kasat, dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.

Dan yang terakhir, yakni kesebelas adalah, Kapolda harus memberikan punishment atau sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan.

Punishment tersebut juga harus diterapkan terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.

Afif Maulana Meninggal

Salah satu pelajar kelas VII SMP Muhammadiyah 5 Padang, Afif Maulana ditemukan meninggal dengan kondisi tidak wajar mengapung di Sungai Batang Kuranji, dekat jembatan di jalan bypass, Kota Padang, pada Minggu, 9 Juni 2024 pukul 11.55 WIB.

Menurut LBH Padang, anak usia 13 tahun itu diduga meninggal karena disiksa anggota Polisi dalam penanganan kasus tawuran pelajar.

Semula, Kapolda Sumbar Irjen Suharyono membantah dan terkesan ingin melindungi anggotanya dari kasus kekerasan ini. Bahkan Kapolda berkeinginan untuk mencari orang yang memviralkan peristiwa kematian tersebut.

Namun, setelah Kompolnas, Komnas HAM turun ke lapangan, situasinya menjadi berubah. Kapolda Sumbar langsung intensif melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya.

Copot Direktur Sabhara Polda Sumbar

Sugeng pun meminata agar Kapolda Sumbar Irjen Suharyono tegas dan tuntas untuk memproses anggotanya yang diduga melakukan kekerasan atas kematian Afif Maulana (13 tahun) di Padang.

“Salah satunya, Kapolda harus menonaktifkan Direktur Samapta Bhayangkara (sabhara) Polda Sumbar,” ucap Sugeng.

Ketegasan ini perlu dilakukan oleh Kapolda Sumbar sesuai dengan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021. Surat Telegram itu ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri saat itu yakni Irjen Ferdy Sambo.

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono sendiri, Kamis (27 Juni 2024) telah mengumumkan 17 anggota dari satuan Sabhara Polda Sumbar diduga melakukan pelanggaran yang menyebabkan Afif Maulana meninggal dunia.

“Jadi kami sampaikan hari ini, dari hasil pemeriksaan terhadap 40-an anggota kami, kami sampaikan 17 anggota kami yang akan disidangkan karena terbukti memenuhi unsur (perbuatan pidana),” ungkap Kapolda Irjen Suharyono, Kamis 27 Juni 2024.