HOLOPIS.COM, JAKARTA – Stephanie Sugianto merasa teriris dengan sikap ibunya, yakni Kusumayati atas hak warisan yang seharusnya ia dapatkan pasca ayahnya, Sugianto meninggal dunia.

Apalagi ada narasi negatif yang dialamatkan kepadanya dengan cap sebagai anak durhaka. Padahal, apa yang ia tengah lakukan saat ini adalah bagian dari upaya untuk mempetahankan sesuatu yang seharusnya menjadi haknya.

“Bagai petir di siang bolong, ketika saya Stephanie Sugianto dituduh sebagai anak durhaka karena memperkarakan orang tua,” kata Stephanie saat melakukan konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (26/6) seperti dikutip Holopis.com.

Apalagi kaya Stephanie, ia sudah cukup sabar untuk menerima situasi kurang baik seperti ini selama 9 (sembilan) tahun. Namun faktanya, ia merasa sang ibunda sudah mendzalimi dirinya atas hak waris yang seharusnya ia terima.

“Saya pun baru membuat Laporan Polisi terhadap orang tua saya Kusumayati, pada tanggal 26 Mei 2021 atau kurang lebih selama 9 (sembilan) tahun, setelah ayah saya meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 2012,” ujarnya.

Ia merasa apa yang dialaminya saat ini jelas menciderai hak dirinya atas harta waris yang menjadi peninggalan sang ayah. Bahkan kata Stephanie, sepeser pun harta waris yang segarusnya ia dapatkan tak pernah ia terima.

“Padahal selama ini saya selalu berusaha menjadi anak yang patuh terhadap orang tua saya,” sambungnya.

Dipaparkan Stephanie, langkah hukum yang ia ambil terhadap ibundanya tersebut sudah berdasar kuat dan atas pertimbangan yang sangat matang.

“Tentu bukan tanpa asalan saya melaporkan orang tua saya yang bernama Kusumayati yang saat ini sudah ditetapkan sebagai Terdakwa dalam perkara pidana nomor: 143/Pid.B/2024/PN.Kwg, di Pengadilan Negeri Karawang,” paparnya.

Dalam kesempatan itu, Stpehanie pun menyampaikan berbagai rentetan perkara yang akhirnya membuatnya bertekad bulat untuk menempuh jalur hukum.

“Hal itu semata-mata demi mempertahankan hak-hak saya sebagai salah satu ahli waris dari almarhum Ayah saya bernama Sugianto, agar mendapatkan perlakukan yang adil dan mendapatkan bagian hak waris sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan hukum waris, adalah bukan tindakan anak durhaka,” tegas Stephanie.

Dipaparkannya, bahwa sang ayah yang bernama Sugianto meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 2012. Sejak saat itu sampai dengan perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Karawang, seluruh harta waris baik berupa harta bergerak ; mobil, uang, perhiasan emas, asuransi, deposito, dan harta tidak bergerak ; tanah, rumah, ruko, serta saham-saham dan aset perusahaan PT EMKL Bimajaya Mustika, baik dokumen kepemilikan dan fisiknya, dikuasai oleh orang tuanya bernama Kusumayati bersama-sama dengan kakak kandungny bernama Dandy Sugianto dan adik kandungnya yang bernama Ferline Sugianto.

Artinya, jelas selama 9 tahun lamanya sang ayah meninggal, tak pernah satu pun harta warisan ia dapatkan. Padahal kata Stephanie, ia seharusnya memiliki saham di PT EMKL Bimajaya Mustika yang menjadi harta peninggalan sang ayah.

“Bahkan malah dihilangkan hak saya sebagai salah satu ahli waris atas kepemilikan saham-saham di PT EMKL Bimajaya Mustika dengan cara memalsukan tanda tangan saya baik dalam SURAT KETERANGAN WARIS (SKW) tertanggal 27 Februari 2013 yang dibuat di Kelurahan Nagasari, Kecamatan Karawang Barat dan NOTULEN RUPSLB PT EMKL BIMAJAYA MUSTIKA tertanggal 01 Juli 2013,” terang Stephanie.

Pemalsuan tanda tangan atas kepemilikan saham tersebut ia dapatkan setelah mendapatkan informasi dari salah satu mantan karyawan ayahnya memberitahukan kondisi yang sebenarnya.

Dengan situasi semacam itu, Stephanie pun akhirnya bertekad bulat untuk memperkarakan kasus ini ke jalur hukum. Ia juga menekankan bahwa langkah unu bykan berarti dirinya tidak taat pada orang tua, namun hanya sebatas memperjuangkan hak yang seharusnya ia dapatkan.

Apalagi sebelumnya telah terjadi upaya persuasif yang dilakukan berbagai pihak, baik oleh penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum, semata-mata untuk memberikan ruang waktu yang cukup untuk melakukan upaya-upaya musyawarah dan perdamaian atau restorative justice (RJ) baik pada tingkat penyidikan di Kepolisian maupun pada Tingkat Penuntutan di Kejaksaan

“Namun ternyata gagal, karena pihak orang tua saya, Kusumayati tidak mau memberikan Daftar Harta Bersama berikut dokumen kepemilikannya yang diperoleh dalam perkawinan dengan ayah saya bernama Sugianto secara jujur dan transparan kepada saya,” tuturnya.

Ditambah lagi, Stephanie juga menerangkan bahwa pihak keluarga sama sekali tidak bersedia melakukan audit internal terhadap perusahaan peninggalan sang ayah.

“ihak orang tua saya juga tidak mau melakukan internal audit terhadap PT EMKL Bimajaya Mustika agar saya dapat mengetahui dengan jelas dan pasti apa saja aset perusahaan almarhum ayah saya yang dijadikan sebagai sumber usaha keluarga orang tua saya,” sambungnya.

Dengan semua itu, klarifikasi ini dibuat untuk memberikan penjelasan tentang duduk masalah yang sebenarnya, sehingga masyarakat khususnya anggota keluarga besarnya tidak salah menyudutkan orang.

“Mereka mengatakan bahwa saya ini adalah anak durhakakarena telah tega membuat laporan Polisi, untuk memeras orang tuanya sendiri, agar mendapatkan harta waris. Padahal semua itu adalah tidak benar,” tegas Stephanie lagi.

Oleh sebab itu, Stephanie menekankan bahwa upayanya ini bukan untuk mendurhakai orang tuanya, akan tetapi ingin mempatahankan hak yang seharusnya ia terima dan selama ini telah disalahgunakan oleh orang ibunya itu.

“Saya terpaksa melaporkan orang tua saya bernama Kusumayati semata-mata demi mempertahankan hak-hak saya sebagai salah satu ahli waris dari almarhum Ayah saya bernama Sugianto, agar mendapatkan perlakukan yang adil dan mendapatkan bagian hak waris yang sama, sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan hukum waris,” pungkas Stephanie.