HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pelatih Maurizio Sarri menyesalkan betul atas keputusannya meninggalkan Chelsea, dimana dirinya hanya sanggup bertahan satu musim saja kemudian kembali ke Liga Italia.
Sebelumnya, perlu diketahui bersama bahwa pelatih nyentrik tersebut sempat menjabat sebagai pelatih Chelsea pada tahun 2018 silam.
Maurizio Sarri ditunjuk Chelsea menggantikan Antonio Conte kala itu. Menariknya, di musim pertama bersama The Blues, Maurizio Sarri terbilang cukup sukses.
Bagaimana tidak, Sarri mampu menyumbangkan satu trofi Liga Europa usai berhasil mengandaskan perlawanan Arsenal di babak final. Selain daripada itu, pelatih yang kabarnya gemar merokok tersebut mampu mencapai babak final Piala Liga Inggris meski pada akhirnya kalah.
Maurizio Sarri pun memutuskan hengkang di musim keduanya, dan bergabung dengan Juventus. Bersama Si Nyonya Tua, Sarri pun hanya bertahan semusim walaupun sukses menyumbangkan gelar juara Liga Italia.
Maurizio Sarri juga hanya bertahan semusim di Juventus, sebelum akhirnya bergabung dengan Lazio di musim 2021 hingga Maret 2024 lalu.
Selepas dipecat Lazio, Sarri kini belum menunggangi tim manapun alias menganggur. Baru-baru ini kemudian ia menyampaikan bahwa penyesalan dalam hidupnya adalah ketika meninggalkan Chelsea.
“Itu adalah kesalahan paling fundamental dalam karir saya. Kami memiliki segalanya yang diperlukan untuk bertahan, ini adalah klub yang sulit dikerjakan di mana anda mungkin tidak bisa mengakhiri musim kedua, hampir tidak ada pelatih yang bertahan di era Roman Abramovich,” ungkap Sarri, seperti dikutip Holopis.com.
“Seengganya saya akan tetap ada dalam situasi umum Liga Inggris, kami menjalankan musim yang oke di sana karena musim sebelumnya Chelsea hanya ada di posisi kelima, kemudian kami ada di peringkat tiga di bawah Liverpool dan Manchester City yang ada di atas segalanya,” sambungnya.
“Kami mampu keluar sebagai juara Liga Europa dengan 13 kali menang dan kalah di final Piala Carabao (Piala Liga Inggris) melalui adu penalti kontra Manchester City, setelah menyingkirkan Liverpool dan Tottenham yang pada tahun itu berhasil mencapai final Liga Champions,” tambahnya.
“Saya membuat kesalahan besar yang seharusnya saya hindari. Keinginan untuk kembali ke Italia seharusnya tidak kalah dengan keinginan untuk bertahan di Liga Inggris, tapi bukan itu masalahnya,” imbuhnya.