HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai bahwa rencana pembentukan “Presidential Club” oleh Prabowo Subianto adalah sesuatu yang positif, dan bisa bertujuan untuk mendinginkan hubungan antar Presiden terdahulu.

Sebab kata dia, ada kesan hubungan tidak harmonis di antara para presiden terdahulu, khususnya antara Presiden kelima, Megawati Soekarnoputri dengan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga presiden ketujuh saat ini yakni Joko Widodo (Jokowi).

“Bisa saja menjadi bridging bagi Prabowo untuk bisa menyatukan mantan-mantan presiden itu, untuk bersatu, rekonsiliasi untuk islah, agar baik-baik di antara mereka,” kata Ujang dalam keterangannya, Minggu (5/5) seperti dikutip Holopis.com.

Namun, kata dia, belum tentu para presiden terdahulu itu bakal mau menerima upaya Prabowo tersebut guna menciptakan suasana keakraban.

Jika berada di satu tempat yang sama tetapi tidak saling akrab, maka mereka menurutnya bakal tetap membelakangi satu sama lain.

“Tantangannya adalah mereka masih berkonflik, masih disharmonis, mereka belum akrab, mereka masih bermusuhan,” ujarnya.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) tersebut, perlu upaya rekonsiliasi terlebih dahulu antara para presiden terdahulu sebelum dipersatukan di dalam presidential club. Sebab, ketidakharmonisan tersebut dikhawatirkan membuat forum yang digelar tak berjalan sehat.

“Khususnya antara Mega dengan SBY, antara Jokowi dengan Mega, yang ada di dalam sebuah tempat itu akan saling menggerutu. Mereka akan saling membelakangi, akan saling berhadapan-hadapan, dan tidak sehat,” lanjut Ujang.

Meski begitu, Ujang menilai, upaya Prabowo Subianto menjembatani hubungan antar pendahulunya melalui presidential club adalah langkah yang positif.

“Saya melihat keinginan Prabowo itu positif, yang bagus saja,” pungkas dia.