Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hakim agung nonaktif pada Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 650 juta terkait pengurusan perkara kasasi. Gazalba juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Demikian terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan terdakwa Gazalba Saleh, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (6/5).

Terkait gratifikasi, Gazalba disebut menerima uang tersebut dari pemilik usaha UD Logam Jaya Jawahirul Fuad. Jaksa menyebut penerimaan uang Gazalba itu bersama-sama dengan Advokat Ahmad Riyad.

Tindak pidana itu terjadi pada waktu antara bulan Juni 2022 sampai dengan September 2022 di Sheraton Surabaya Hotel & Towers, Jalan Embong Malang Nomor 25-31, Kedungdoro, Kecamatan Tegalsari, Surabaya; di Bandara Juanda Surabaya; di Kantor Ahmad Riyadh UB Ph.D & Partners, Jalan Juwono Nomor 23, Darmo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya; di Kantor MA, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9-13, Jakarta Pusat.

“Terdakwa Gazalba Saleh bersama-sama dengan Ahmad Riyad telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp 650 juta yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” ungkap jaksa KPK, seperti dikutip Holopis.com.

Dikatakan Jaksa, uang Rp 650 juta itu berkaitan dengan pengurusan perkara kasasi nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Di mana Jawahirul Fuad selaku pemilik UD Logam Jaya pada tahun 2017 mengalami permasalahan hukum terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.

Terkait perkara itu, Jawahirul menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang dan dinyatakan bersalah dengan dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Hal itu sebagaimana putusan nomor: 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 7 April 2021. Putusan itu lalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada tingkat banding dengan putusan nomor: 485/PID.SUS-LH/2021/PT SBY tanggal 10 Juni 2021.

Atas putusan itu, Jawahirul pada awal bulan Juli 2021menghubungi Kepala Desa Kedunglosari Mohammad Hani selaku untuk mencarikan jalur pengurusan perkara di tingkat kasasi MA. Atas permintaan itu, Mohammad Hani lantas menyetujuinya.

Jawahirul dan Mohammad Hani lalu bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, Jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo pada 14 Juli 2021. Agoes Ali Masyhuri diketahui merupakan ayah dari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor.

Jawahirul dalam pertemuan itu menyampaikan sedang mengalami permasalahan hukum. Atas keluhan itu, Agoes Ali lalu menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul. Kemudian Ahmad Riyad meminta Jawahirul dan Mohammad Hani untuk datang ke kantornya.

“(Jawahirul) menyampaikan permasalahan hukum yang sedang dialaminya,” kata Jaksa.

Terkait perkara Jawahirul, Ahmad Riyad lalu mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Dari pengecekan itu diketahui susunan majelis hakim kasasi yaitu Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.

Mengetahui Gazalba ada di komposisi hakim, Ahmad Riyad lantas menyetujui menghubungkan Jawahirul dengan Gazalba. Jawahirul diminta menyiapkan Rp 500 juta.

Pada 30 Juli 2022 Ahmad Riyad bertemu dengan Gazalba di Sheraton Surabaya Hotel & Towers. Saat itu Ahmad Riyad menyampaikan prihal pengurusan perkara kasasi Jawahirul.

Gazalba kemudian meminta Prasetio Nugroho selaku Asisten Hakim Agung dari dirinya untuk membuat resume perkara nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan putusan ‘kabul terdakwa’, padahal perkara dimaksud belum masuk ke ruangan Gazalba. Gazalba gunakan sebagai dasar dalam membuat lembar pendapat hakim (advise blaad).

Pada 6 September 2022, dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 di Kantor MA dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon yang pada pokoknya Jawahirul dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti.

Kemudian, Ahmad Riyad menyerahkan uang kepada Gazalba sejumlah Sin$18.000 di Bandara Juanda pada September 2022. Uang itu merupakan bagian dari Rp 500 juta.

Ahmad Riyad masih di bulan yang sama juga meminta tambahan uang dari Jawahirul sebesar Rp 150 juta. Sehingga total penerimaan uang senilai Rp 650 juta.

“Terhadap penerimaan gratifikasi itu, Terdakwa tidak melaporkan ke KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana ditentukan Undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum,” tutur Jaksa.

Atas perbuatannya, Gazalba didakwa dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Terkait TPPU, terjadi di Kantor PT Astra International Tbk, TSO Sudirman, Jakarta Pusat; di Jalan Swadaya II Nomor 45 RT 001 RW 08 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan; di Kelurahan Tanjungrasa, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor; di Citra Grand Cibubur Klaster Terrace Garden Blok G 32/39, Kota Bekasi; di Sedayu City At Kelapa Gading Klaster Eropa Abbey Road 3 Nomor 039 Cakung, Jakarta Timur.

Lalu di Bank BCA Pasar Baru, Jakarta Pusat; di Bank Mandiri Syariah Cabang Tugu Tani, Jakarta Pusat; di Bank BRI Cabang Cut Mutia, Jakarta Pusat; di BSI Cut Mutia, Jakarta Pusat; di VIP Money Changer, Menteng, Jakarta Pusat; di Sahabat Valas, ITC Mangga Dua, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara; di Money Changer Dolarindo Cabang Gajah Mada Jakarta Pusat; di Kantor MA, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9-13, Jakarta Pusat. Menurut Jaksa, perbuatan TPPU itu dilakukan bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada tahun 2020-2022.

“Terdakwa Gazalba Saleh bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan. Berupa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan,” ujar jaksa.

Edy Ilham Shooleh merupakan kakak kandung Gazalba yang namanya dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard. Sedangkan Fify Mulyani merupakan teman dekat Gazalba yang namanya digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.

Dalam dakwaan, Gazalba disebut membeli satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T warna hitam; sebidang tanah atau bangunan di Jalan Swadaya II, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebagaimana Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 288; sebidang tanah atau bangunan di Tanjungrasa, Bogor, sebagaimana SHM Nomor 442; tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur sebagaimana SHM Nomor 7453.

Lalu membayarkan pelunasan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City At Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur, sebesar Rp 2,95 miliar. Selain itu, menukarkan mata uang asing berupa dolar Singapura sejumlah Sin$139.000 dan dolar Amerika sejumlah US$171.100 yang keseluruhannya sebesar Rp 3.963.779.000.

“Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan,” ucap jaksa.

Gazalba di tahun 2020, menangani perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan register perkara nomor: 109 PK/Pid.Sus/2020. Jaffar Abdul Gaffar didampingi oleh Advokat Neshawaty Arsjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.

PK tersebut dikabulkan Gazalba pada 15 April 2020. Atas pengurusan perkara dimaksud, Neshawaty dan Gazalba menerima uang sebesar Rp 37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar.

Sebagai hakim agung dari tahun 2020-2022, Gazalba disebut telah menerima gratifikasi sebesar Sin$18.000 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa Sin$1.128.000, US$181.100, serta Rp 9.429.600.000. Atas perbuatan itu, Gazalba didakwa dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

“Kemudian dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi di atas,” tandas jaksa.