HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengajuan dokumen amicus curiae oleh para akademisi dan tokoh politik menjelang Mahkamah Konstitusi (MK) memutus sengketa perselisihan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menuai pro dan kontra.
Wakil Sekretaris Bidang (Wasekbid) Hankam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Muhammad Nur Latuconsina menilai, penggunaan istilah tersebut tidak ditemukan dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, maupun UU Nomor 24 tahun 2003 tentang MK terkait penanganan Pilpres.
“Istilah amicus curiae dalam proses sangketa pilpres tidak diatur dalam UU Pemilu maupun UU MK,” Kata Rheno sapaan Akrab M. Nur Latuconsina dalam keterangannya, Rabu (17/4) seperti dikutip Holopis.com.
Rheno memaparkan, secara eksplisit baleid memutus proses sangketa perselisihan hasil pilpres telah ditentukan secara limitatif dalam pasal 45 UU MK. Bahkan terhadap rumusan pertimbangan putusan mesti didasarkan pada alat bukti yang diajukan dalam persidangan sebagaimana yang tertera dalam pasal 36, Pasal 37 dan pasal 45 ayat (1) UU MK.
“Sehingga tertutup ruang untuk menafsirkan di luar ketentuan UU,” imbuhnya.
Kemudian, Rheno juga mengatakan bahwa MK tidak dapat memutus suatu perkara konstitusi berdasarkan opini dalam kerangka dokumen amicus curiae. Pengunaan pranata hukum demikian di penghujung sidang sesungguhnya malah bisa menyandera independensi dan kemandirian Majelis Hakim MK yang tengah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dalam pengambilan keputusan.
Ia menjelaskan lebih lanjut, walaupun kepaniteraan MK telah menerima dokumen amicus curiae, mestinya tidak dapat menjadi instrumen/sarana yang memengaruhi putusan MK pada tanggal 22 April 2024 mendatang.
Sebab setuju atau tidak, dalam kerangka yuridis, pertimbangan para Hakim MK dalam memutuskan perkara harus berdasarkan pada alat bukti, saksi-saksi, dan fakta di persidangan.
“Hemat saya, menggunakan amicus curiae untuk mempengaruhi putusan MK tentu mencederai independensi kelembagaan. Biarkanlah Yang Mulia Para Hakim memutus perkara ini berdasarkan kayakinan atas Konstitusi dan pakem UU,” terang Rheno
Sebelumnya, 303 orang dari akademisi maupun masyarakat sipil menjadi Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan untuk majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memeriksa perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024.
Selain itu, ketua Umum Partai PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang diwakili oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat juga menyerahkan amicus curiae kepada MK pada Selasa (16/4) siang.