Menurut dia, ancaman kedaulatan dipahami masyarakat yang diteliti dalam survei adalah masalah luar negeri. Sehingga, ancaman kedaulatan itu punya makna tunggal yaitu ancaman dari luar negeri.
“Hal itu semakin menegaskan bahwa ancaman kedaulatan memang berasal dari luar negeri,” katanya.
Kemudian, Agus Widjojo juga menyampaikan bahwa ancaman jarang dari dalam negeri karena pemerintah punya sistem hukum hingga mudah menegakkan jika ada pelanggaran. Jika ancaman dari luar negeri seperti di Laut China Selatan meski Indonesia mengatakan ada UNCLOS atau Indonesia punya hak berdaulat dan kedaulatan tapi jika negara yang dihadapi bersikeras tidak mau mengakui maka diperlukan upaya lain untuk mencapai kepentingan nasional.
Agus mengungkapkan jika masalah Laut China Selatan sampai meningkat statusnya menjadi konflik, hal itu tidak akan menguntungkan siapa pun. Karena itu, Indonesia harus terus mencari cara lain yang lebih baik dan disepakati bersama melalui diplomasi.
“Diplomasi atau negoisasi tidak bisa diselesaikan dalam waktu satu minggu atau satu bulan, tapi itu bisa berjalan dalam jangka waktu yang lama. Artinya diplomasi harus terus jalan sampai dicapai titik temu bersama,” jelasnya.
Lebih lanjut, Agus pun sepakat bahwa ASEAN bisa menjadi tumpuan kerja sama bagi Indonesia untuk mengatasi konflik di kawasan tersebut. Karena ASEAN memang merupakan fokus dari kebijakan luar negeri Indonesia.
“Pembentukan aliansi di luar ASEAN, misal dengan AS, Rusia, China, dan lainnya, tidak mungkin tidak disadari implikasinya. Kalau kita beraliansi dengan negara adidaya, berarti kita sudah berpihak ke salah satu blok,” jelasnya.
Padahal Indonesia memiliki kebijakan politik luar negeri bebas aktif.
Dalam kesempatan itu, Kepala Bakamla RI Laksdya Irvansyah yang hadir sebagai peserta menjelaskan, dalam kondisi damai bisa saja Bakamla dimajukan dalam menangani masalah di Laut China Selatan. Tentu saja, Bakamla tetap perlu di-back up TNI AL dalam patroli menghadapi gangguan atau ancaman di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara.
Hal itu lantaran pelanggaran yang terjadi di Laut China Selatan lebih banyak karena pencurian ikan yang dilakukan negara Vietnam. Pun kapal coast guard China yang masuk ke wilayah Perairan Natuna Utara. Karena itu, Irvansyah mendorong agar coast guard negara ASEAN bisa lebih intensif dalam menjalin kerja sama dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan.