HOLOPIS.COM, JAKARTA – Umrah backpacker merupakan salah satu cara untuk menjalankan ibadah umrah, yang belakangan ini menjadi topik yang hangat dibicarakan oleh masyarakat.

Pasalnya, umrah backpacker ini dinilai lebih menguntungkan ketimbang dengan melakukan umrah melalaui biro-biro umrah yang umum tersedia.

Nemun menurut Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan, bahwa umrah backpacker ini merupakan bisnis atau perjalanan yang memiliki risiko tinggi, lantaran membuka peluang modus-modus dalam persoalan ibadah haji.

“Umrah (backpacker) ini sering kali dijadikan modus orang untuk bisa berangkat haji mensiasati antrean yang panjang atau mungkin mencari pekerjaan di Saudi itu dengan cara mudah dan banyak modus lain,” kata Yaqut sebagaimana dikutip Holopis.com, Selasa (19/3).

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini menambahkan, bahwa pihaknya di Kementerian Agama (Kemenag) telah menjalin komunikasi dengan Kementerian Haji Kerajaan Saudi Arabia terkait permasalahan umrah backpacker tersebut.

Dia lantas menegaskan, bahwa tugas Kemenag terkait umrah dan haji sejatinya adalah memberikan perlindungan, memberikan kepastian layanan, menjamin ibadahnya dengan baik, menjamin kesehatannya jamaah.

“Lalu, ada kepastian tiket dan hotel bagi jamaah, kemudian layanan lain serta menyiapkan pelaporan,” katanya.

“Tugas Kemenag ini sebagian kita koordinasikan dengan PPIU atau travel umrah ini agar tugas-tugas yang kami harus selesaikan ini bisa diselesaikan dengan baik,” imbuhnya.

Meski memiliki risiko yang tinggi, namun Yaqut menyebut fenomena meningkatnya umrah backpacker saat ini harus tetap disediakan regulasi untuk mengaturnya.

Dia pun berharap, regulasi tersebut nantinya dapat mengakomodir seluruh kebutuhan seluruh jamaah umrah, khususnya dari sisi perlindungan jemaah.

“Kemenag berharap regulasinya akan disusun nanti, dibuat proper atau tepat gitu, dan tentu saja baik,” tandasnya.