HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyoroti harga di tingkat konsumen yang sejauh masih belum menunjukkan adanya penurunan. Padahal pasokan beras di sejumlah pasar induk tidak mengalami masalah.
Bahkan berdasarkan keterangan para pedagang, lanjut Yeka, mereka sudah mengikuti instruksi dari pemerintah, termasuk dalam menerapkan kebijakan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) beras premium sementara, yang mulai berlaku pada 10 Maret lalu.
“Persoalannya konsumen kan membeli bukan di sini (pasar induk), tetapi di rantai akhir. Harganya berapa? Bisa saja di sini sesuai HET, tapi di sana tidak,” kata Yeka kepada wartawan, Jumat (15/3) sebagaimana dikutip Holopis.com.
Dalam kesempatan terpisah, Yeka pun menilai, ada dua hal yang menyebabkan harga beras di masyarakat masih mahal, meskipun pasokan beras di pasar-pasar induk dalam keadaan yang terbilang aman.
Pertama, ia menduga beras Stabilitss Pasokan Harga Pangan (SPHP) yang digelontorkan Bulog dikemas kembali atau repacking, dan dijual dengan harga yang tak sesuai instruksi pemerintah.
“Hipotesisnya ya baru dugaan, satu, bisa saja beras SPHP yang harusnya dijual menjadi SPHP tetapi repacking atau dijual dalam bentuk beras komersil,” kata Yeka.
Hal ini menurutnya, terjadi karena lemahnya pengawasan di pasar-pasar ritel atau di tingkat konsumen.
Kemudian dugaan kedua yaitu proses produksi beras. Dia pun mengakui, bahwa produksi dalam negeri saat ini memang sedang terganggu.
“Memang produksi bermasalah sekali, jadi cuma dua itu,” ujarnya.
Terakhir, Yeka juga menyoroti perihal kemasan karung beras Bulog SPHP dan beras Bulog untuk komersil yang tidak memiliki perbedaan. Padahal, kata dia, kualitas berasnya sama.
Karenanya, ia berharap masalah kemasan ini bisa menjadi bahan evaluasi Perum Bulog, agar permasalahan ini ke depan dapat diperbaiki.
“Tadi keliatan karung (beras SPHP dan beras komersial) tak jauh beda, jadi ini saran buat Bulog ya soal kemasannya,” ucap dia.