HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) membeberkan sejumlah kode yang digunakan dalam praktik pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan). Di antaranya adalah ‘kandang burung dan pakan jagung’ untuk transaksi keuangan.
“Dalam melancarkan aksinya menggunakan beberapa istilah atau password di antaranya banjir dimaknai info sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang, dan botol dimaknai sebagai handphone dan uang tunai,” ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (15/3).
Asep mengungkapkan hal itu saat mengumumkan 15 orang jadi tersangka pungli Rutan KPK.
Adapun 15 tersangka itu yakni ; Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta Hengki.
Lalu enam pegawai negeri yang ditugaskan (PNYD) di KPK ; Deden, Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, dan Eri Angga Permana.
Kemudian, ada juga petugas pengangamanan Rutan cabang KPK. Mereka yakni ; Muhammad Ridwan, Suparlan, Ramadhana Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
Lebih lanjut dikatakan Asep, pungutan liar ditarik dari para tersangka untuk berbagai fasilitas ekslusif.
“Berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak,” kata Asep.
Sedangkan bagi para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor, lanjut Asep, diberikan perlakuan yang tidak nyaman. Di antaranya, kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan, dan pengurangan jatah olahraga serta mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak.
KPK menduga uang yang didapat para tersangka dari praktik pungli itu mencapai Rp 6,3 miliar sejak 2019 sampai 2023.
“Dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya,” tuturnya.
Duduk Kasus Pungli Penjara
Dugaan pungli rutan itu sendiri berawal dari pertemuan di kafe sekitaran kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada 2019. Saat itu jabatan Kepala Rutan (Karutan) masih dipegang Deden Rochendi sebagai pelaksana tugas.
Saat itu bertemu Hengki, Muhammad Ridwan, Ramadhan Ubaidillah A., dan Ricky Rachmawanto yang merupakan petugas rutan.
“Diadakan pertemuan yang diikuti DR yang saat itu menjabat Plt Kepala Cabang Rutan, HK, MR, RUA, dan RR dalam rangka menunjuk dan memerintah MR sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur, MHA sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Gedung Merah Putih, dan SH sebagai lurah di Rutan Cabang KPK pada Gedung ACLC,” terang Asep.
Dikatakan Asep, Ridwan, Ramadhan Ubaidillah, dan Ricky bertugas mengumpulkan uang pungutan liar dari para tahanan. Mereka tidak langsung minta satu per satu ke para pelaku korupsi tapi melalui koordinator tahanan atau korting.
Hengki kemudian menunjuk siapa saja tahanan sebagai korting. Menurut Asep, hal ini merupakan inisiatif pribadi yang kemudian dilanjutkan oleh Achmad Fauzi ketika menjabat sebagai Kepala Rutan KPK.
Dikatakan Asep penarikan uang ini ditujukan agar tahanan mendapat fasilitas eksklusif.
“Berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, hingga informasi sidak,” tutur dia.
Adapun besaran uang pungli yang diserahkan para tahanan beragam, mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 20 juta. Penyerahannya dilakukan secara tunai maupun lewat rekening bank penampung yang dikendalikan oleh lurah dan korting.
Selanjutnya, uang ini dibagikan dengan nominal beragam. Achamd Fauzi dan Ristanta masing-masing mendapat uang sebesar Rp 10 juta sedangkan komandan hingga petugas biasa mendapat Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.