Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mendakwa Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI 2019-2024 Achsanul Qosasi menerima uang US$2,64 juta atau setara Rp 40 miliar.

Penerimaan uang itu dengan maksud supaya Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan Pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh BAKTI KOMINFO agar mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan kerugian negara dalam pelaksaan Proyek BTS 4G 2021.

“Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaitu menguntungkan Terdakwa Achsanul Qosasi sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40.000.000.000, secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (7/3).

Menurut jaksa, uang itu berasal dari Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama dengan sumber uang dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan. Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif yang memerintahkan pemberian uang tersebut.

“Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, yaitu berupa uang tunai sebesar USD 2.640.000 atau sebesar Rp 40.000.000.000 dari Windi Purnama dengan sumber uang dari Irwan Hermawan atas perintah Anang Achmad Latif untuk diserahkan kepada Terdakwa Achsanul Qosasi dengan maksud supaya Terdakwa Achsanul Qosasi membantu pemeriksaan Pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh BAKTI KOMINFO supaya mendapatkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan tidak menemukan Kerugian negara dalam pelaksaan Proyek BTS 4G 2021,” ucap jaksa.

Achsanul sebagai Anggota III BPK mempunyai tugas untuk memeriksa keuangan negara di bagian Auditorat Keuangan III yang membawahi 38 kementerian dan lembaga. Kominfo salah satunya.

BAKTI Kominfo pada tahun 2020, memiliki Program BTS/Lastmile Project berupa pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung Kominfo tahun 2021. Pengadaan BTS tersebut dilaksanakan dengan skema belanja modal (CAPEX) dan dengan target komulatif sebanyak 7.904 site, yang direncanakan pembangunan tahun 2020 sebanyak 639 site, tahun 2021 sebanyak 4.200 site, dan tahun 2022 sebanyak 3.065 site.

Pekerjaan BTS 2021 menggunakan sumber alokasi anggaran sebesar Rp 11.718.651.399.000 (Rp 11 triliun). Proyek itu dilaksanakan oleh tiga konsorsium. Yakni Konsorsium Fiber Home PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Pekerjaan Paket 1 dan 2; Konsorsium Lintas Arta Huawei SEI untuk Pekerjaan Paket 3; dan Konsorsium IBS dan ZTE untuk pekerjaan Paket 4 dan 5.

Terkait Program BTS/Lastmile Project 2021, Achsanul membentuk tim pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dan pemeriksaan laporan keuangan (LK). Dari hasil pemeriksaan, sejumlah temuan PDTT 2021 antara lain proses perencanaan, pemilihan jenis kontrak, dan pelaksanaan kontrak proyek penyediaan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Terkait proses perencanaan, seharusnya BAKTI melakukan survei terlebih dahulu untuk mengidentifikasi kebutuhan. Namun, survei dilakukan sesudah penandatanganan kontrak. Alhasil mengakibatkan perubahan lokasi, spesifikasi dan nilai kontrak.

Lalu, nilai antara kontrak pembelian berbeda dengan kontrak payung pembangunan BTS 4G tahun 2021 untuk Paket 1, Paket 2, dan Paket 3. Itu terjadi lantaran BAKTI dan penyedia baru melakukan survei setelah kontrak pembelian dan kontrak payung ditandatangani.

“Spesifikasi pada kontrak payung dan kontrak pembelian dilakukan berdasarkan hasil desktop study sehingga spesifikasi teknis BTS baru ditetapkan setelah dilaksanakannya Pra DRM yang dituangkan dalam detail desain akhir dengan perbedaan sebasar Rp 5.083.141.746. Terdapat juga potensi pemborosan atas komponen biaya dalam BoQ kontrak payung sebesar Rp 1.550.604.887.030,” kata jaksa.

Lebih lanjut dikatakan Jaksa, laporan temuan pemeriksaan dari PDTT dituangkan dalam Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (KLHP) dengan beberapa perubahan seperti perubahan judul dan hilangnya konsep temuan pemeriksaan.

“Bahwa pemeriksaan LK 2021 yang mengacu pada PDTT 2021, klausul kontrak tentang batasan denda maksimal sebesar 5 persen dari nilai kontrak per site tidak sesuai dengan Perdirut BAKTI Nomor 17 Tahun 2020 pada Pasal 35 Ayat (2) yang tidak membatasi besaran denda keterlambatan dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 batasan maksimal denda sebesar 5 persen telah dihapus dan tidak ada pembatasan atas jumlah hari denda keterlambatan, sehingga pengenaan denda yang harus bayarkan penyedia yang telah dihitung adalah sebesar Rp 819.476.322.097,” tutur jaksa.

Atas hasil PDTT 2021 dan LK 2021 pada BAKTI Kominfo, Achsanul kemudian memanggil Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif pada pertengahan Juni 2022. Dalam pertemuan di ruang kerjanya di BPK, Slipi, Jakarta Pusat, Achsanul menanyakan Anang apakah sudah membaca draf laporan hasil pemeriksaan atau belum.

Lalu Anang menjawab sudah membaca. Saat itu Anang menyebut hasil laporan itu memberatkan. Achsanul lalu menyampaikan kepada Anang akan ada PDTT lanjutan terhadap proyek BTS 4G. Mendengar itu, Anang Achmad Latif hanya terdiam.

“Kemudian terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan ‘tolong siapkan 40 miliar’, sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon
Terdakwa mengatakan ‘ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya GARUDA’,” ungkap jaksa.

Beberapa hari kemudian Anang Achmad Latif menelepon Irwan Hermawan dan Windi Purnama untuk menyiapkan Rp 40 miliar. Kemudian, uang yang tersimpan di dalam koper diserahkan di basement Hotel Grand Hyatt, Jakarta.

Penyerahan uang tersebut melibatkan Sadikin Rusli dari pihak Achsanul dan Windi Purnama dari pihak Anang. Terkait penyerahan uang, Sadikin Rusli saat itu memesan dua kamar di Hotel Grand Hyatt.

“19 Juli 2022 terdakwa Achsanul Qosasi menghubungi Sadikin Rusli untuk bertemu seseorang dengan menyebutkan Kode “GARUDA”, kemudian sekitar sore hari Sadikin Rusli sampai Hotel Grand Hyatt Jakarta, setelah itu Sadikin Rusli membuka 2 (dua) kamar di Hotel tersebut, kemudian Sadikin Rusli mendapat telepon dari Windi Purnama mengatakan “Bapak dimana?”, Sadikin Rusli menjawab “ketemu di lantai 5 Grand Hyatt”, sekitar 20 menit kemudian setelah Sadikin Rusli sampai Hotel Grand Hyatt
Jakarta, Sadikin Rusli turun ke lantai 5 di Cafe yang ada kolam renangnya,
Sadikin Rusli duduk memesan minuman kemudian tidak lama di sapa seseorang,
setelah dekat, Windi Purnama mengatakan “GARUDA”, Sadikin menjawab “GARUDA”,” ujar jaksa.

Kemudian Sadikin Rusli bersama Windi menuju Basement P1 untuk koper tersebut. Setelah menerima, Sadikin menghubungi Achsanul. Setelah transaksi selesai, Achsanul meluncur ke hotel tersebut.

“Kemudian Sadikin Rusli melapor kepada terdakwa Achsanul Qosasi “Barang sudah saya terima”, terdakwa Achsanul Qosasi menjawab “Ok, Gua sekarang meluncur”,” kata jaksa.

Adapun koper yang diterima Sadikin kemudian dibawa ke kamarnya. Kemudian
Sadikin bersama dengan stafnya yang bernama Arviana membuka koper tersebut.

“Sadikin Rusli melihat di dalam koper berisi uang dengan pecahan 100 USD catatan yang menyatakan Rp 40 miliar,” tutur jaksa.

Selanjutnya, Sadikin Rusli segera turun di ujung atas eskalator depan lobi hotel menunggu terdakwa Achsanul. Sekitar 20 Menit kemudian Achsanul Qosasi datang.

“Terdakwa Achsanul Qosasi bersama-sama Sadikin Rusli bersama-sama naik ke kamar Sadikin Rusli. Terdakwa menanyakan “lo ada kamar lain? Gua mau kencing’,” tutur jaksa.

Setelah buang air kecil, Achsanul dan Sadikin menuju kamar lainnya untuk penyerahan uang. “Lalu Sadikin Rusli mengantarkan Terdakwa Achsanul Qosasi sampai turun ke Basement P1 Setelah itu
Terdakwa Achsanul Qosasi pergi dengan membawa koper dari P1,” tandasnya.

Jaksa mendakwa Achsanul dengan Pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) atau Pasal 5 ayat 2 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 11 UU Tipikor atau Pasal 12 B UU Tipikor.