HOLOPIS.COM, JAKARTA – Buya Hamka atau pemilik nama asli Abdul Malik Karim Amrullah memiliki peran yang cukup besar bagi Indonesia di berbagai bidang, terutamanya sastra.
Tepat pada 17 Februari di tahun 1908 silam, Buya Hamka dilahirkan di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Berbagai pendidikan agama pun telah dirasakannya sejak kecil, bahkan sampai berguru ke luar negeri.
Hal itu dilakukan karena Buya Hamka diketahui sering melakukan perjalanan jauh sendirian. Bahkan, Buya meninggalkan pendidikannya di Thawalib, menempuh perjalanan ke Jawa dalam usia 16 tahun.
Setelah setahun melewatkan perantauannya, Hamka kembali ke Padang Panjang untuk membesarkan Muhammadiyah.
Namun, Buya kemudian sempat ditolak sebagai guru di sekolah milik Muhammadiyah karena tak memiliki diploma dan kritik atas kemampuannya berbahasa Arab.
Mendapat hambatan tersebut tidak lantas membuat Buya Hamka mundur. Melainkan dia langsung pergi ke Mekkah dan mendalami sejarah Islam dan sastra secara otodidak.
Kembali ke Minangkabau setelah belajar kepada Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Haji Rasul memimpin gelombang pembaruan Islam, menentang tradisi adat dan amalan tarekat, walaupun ayahnya sendiri, Muhammad Amrullah adalah seorang pemimpin Tarekat Naqsyabandiyah.
Buya yang meninggal 24 Juli 1981, tepatnya pada umur 73 tahun, adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia berkiprah sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.