HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut sosok Hengki sebagai pelopor praktik pungutan liar (Pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK menjadi terorganisir. Hengki bahkan menggagas sebutan ‘Lurah’ bagi pegawai rutan yang menjadi koordinator pengepul uang pungli.

“Kalau kita lihat awal-awal, awal mula mereka menerima pungutan-pungutan itu sebenarnya belum tersusun secara sistematis, jadi pribadi-pribadi. Lalu kemudian setelah adanya Hengki mulai dibuat secara sistematis. Dari pihak tahanan ada yang disebut korting yang mengumpulkan, kemudian dari pihak KPK (pegawai) itu ada yang disebut Lurah, yang menerima dari korting lalu membagikan kepada penjaga-penjaga Rutan secara langsung atau melalui komandan regunya,” ucap Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengungkapkan awal mula praktik pungli di Rutan KPK, dalam jumpa pers di gedung ACLC KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (15/2).

“Itu sistemnya. Sudah lebih sistematis setelah ada Hengki,” sambungnya.

Kemudian, Albertina mengatakan, bahwa praktik pungli ini telah terjadi sejak 2018 sampai dengan 2023. Dalam catatan Dewas KPK, terdapat sekitar 9 orang menjadi Lurah sepanjang praktik pungli itu berlangsung.

“Sampai saat ini kami ketahui itu ada sekitar 9 orang,” ujar Albertina.

Sementara itu, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut Hengki merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bertugas di KPK. Saat itu, Hengki menjabat sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK.

“Hengki ini dulu pernah menjadi pegawai KPK sebagai PNYD, pegawai negeri yang dipekerjakan yang berasal dari Kemenkumham. dia dulu juga berada di pegawai yang diperkerjakan di rutan KPK sebagai koordinator keamanan dan ketertiban,” ujar Tumpak dalam kesempatan yang sama.

Dikatakan Tumpak, praktik pungli menjadi terstruktur sejak Hengki menduduki jabatan tersebut. Hengki disebut sebagai penggagas sebutan Lurah. Hengki juga yang mengawali nilai pungli kepada para tahanan rutan KPK. Di antaranya tarif memasukkan ponsel ke dalam rutan KPK yang digunakan oleh para tahanan dengan nilai Rp 20 sampai Rp 30 juta per sekali penyelundupan.

“Siapa yang menunjuk lurah ini pada awalnya adalah Hengki. Nah kemudian setelah Hengki tidak ada lagi, kemudian mereka menunjuk lurah antar mereka yang dituakan, tentunya yang dipercaya juga. Angka-angkanya pun dia menentukan sejak awalnya, Rp20 – Rp30 juta untuk memasukkan handphone. begitu juga setor setor setiap bulan 5 juta, supaya bebas menggunakan HP,” ucap Tumpak.

Saat ini Hengki sudah tidak lagi bertugas di KPK. Hengki sudah bertugas di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak sekitar 2022.

“Sekarang sudah tak ada lagi di sini. saya tidak tahu di mana, katanya sudah di Pemda DKI,” ungkap Tumpak menambahkan.

Sebab itu, KPK Dewas dalam mengusut dugaan etik pungli puluhan pegawai tidak memeriksa Hengki lantaran semua terperiksa mengakui perbuatannya. “Kami merasa tidak perlu memeriksa dia lagi karena terbukti menerima uang semua ini,” ujar Tumpak.