HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair), Prof Badri Munir Sukoco menyatakan bahwa pihaknya sangat menyesalkan adanya aktifitas pembacaan Manifesto Unair yang dilakukan oleh sejumlah guru besar, dosen, alumni, dan mahasiswa, di lingkungan gedung mereka.
Apalagi, manifesto yang dibacakan oleh Guru Besar Unair Prof Hotman Siahaan bersama sivitas akademika Unair lainnya itu menyoroti soal pelemahan demokrasi sepanjang era Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Senin (5/2) lusa.
Hal ini menurut Badri, apa yang dilakukan mereka sama sekali bukan merupakan sikap resmi universitas, melainkan atas nama pribadi mereka masing-masing.
“Kami ingin menyampaikan terkait aktivitas siang hari ini. Yang pertama kami klarifikasi acara hari ini bukan atas inisiasi dan diselenggarakan oleh Unair dan Sekolah Pascasarjana Unair,” kata Badri seperti dikutip Holopis.com.
Lantas, Badri pun mengatakan pihaknya pula bahwa dirinya menyesalkan penggunaan gedung Sekolah Pascasarjana untuk aktivitas publik itu tanpa izin. Disampaikannya juga, bahwa manifesto yang dibacakan oleh 120-an guru besar, dosen, alumni dan mahasiswa, tersebut tidak mewakili sikap civitas academica Unair maupun Pascasarjana Unair.
“Perlu kami pastikan, yang disampaikan tadi tidak mewakili sivitas academica Unair maupun sivitas academica Pascasarjana Unair,” ujarnya.
Jika di dalam persoalan Pemilu 2024, pihak akademik lebih fokus pada upaya untuk memastikan agenda demokrasi elektoral lima tahunan itu bisa berlangsung dengan baik. Dan mereka yakin bahwa Pemilu akan berjalan dengan sesuai rencana dan tetap pada koridor Undang-Undang.
“Kami percaya pemilu 2024 akan terselenggara secara luber jurdil,” ujarnya.
Isi Manifesto Unair serupa dengan materi petisi Guru Besar sejumlah kampus
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa Guru besar dan alumni Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka mengecam segala bentuk praktik pelemahan demokrasi, seperti politik dinasti dan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam forum yang bertajuk Unair Memanggil, para civitas akademika mendesak Presiden dan aparat negara untuk menghormati kemerdekaan dengan menjunjung tinggi demokrasi, kebebasan bicara dan berekspresi.
Manifesto atau pernyataan Civitas Unair itu dibacakan Guru Besar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof Hotman Siahaan di depan Gedung Sekolah Pascasarjana Unair B, Dharmawangsa, Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/2).
Menurut Hotman, publik kini sedang menyaksikan berbagai pemelencengan-pemelencengan terhadap prinsip-prinsip republik. Hal itu tengah berlangsung dalam beberapa waktu terakhir demi kepentingan personal kekuasaan.
“Mulai dari upaya untuk memanfaatkan MK (Mahkamah Konstitusi) untuk mengubah aturan syarat mendaftar capres maupun cawapres sebagai celah hukum yang memberi jalan kepada Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres,” ucapnya.
Berikut adalah isi manifesto civitas Unair:
1. Mengecam segala bentuk praktik pelemahan demokrasi. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan harus merawat prinsip-prinsip etika republik dengan tidak menyalahgunakan kekuasaan, menggunakan fasilitas dan alat negara untuk kepentingan kelompok tertentu, maupun berpihak dalam politik elektoral dan menghentikan segala praktik pelanggengan politik kekeluargaan.
2. Mendesak Presiden dan Aparat Negara untuk menghormati dan kemerdekaan atas atas hak-hak sipil dan politik, juga ekonomi, sosial dan budaya bagi tiap Warga Negara. Kebebasan berbicara, berekspresi, dan pengelolaan sumberdaya alam, karena Negara Indonesia milik segenap rakyat Indonesia, bukan segelintir elite penguasa.
3. Mendesak penyelenggaraan Pemilu Luber-Jurdil tanpa intervensi penguasa, tanpa kecurangan, tanpa kekerasan, dan mengutuk segala praktik jual beli suara (politik uang) yang dilakukan oleh peserta pemilu. Partai Politik harus mereformasi diri dalam menjalankan fungsi-fungsi artikulasi agregasi, dan pendidikan politik warganegara.
4. Mengecam segala bentuk intervensi dan intimidasi terhadap kebebasan mimbar-mimbar akademik di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi harus senantiasa menjaga muruah, rasionalitas dan kritisisme para insan civitas academica demi tegaknya republik.