HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengabulkan pengaduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu yang diajukan oleh Tim Pembela Demokrasi 2.0 (TPDI Jilid 2).
Pengaduan ini diajukan oleh 3 orang aktivis demokrasi: Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama terkait tahapan dan proses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden dalam Pemilu Tahun 2024.
Ketua DKPP Heddy Lugito yang membacakan putusan didampingi oleh J. Kristiadi dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi. Dalam amarnya, DKPP menyatakan mengabulkan pengaduan sebagian dan menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir selaku ketua dan anggota serta semua anggota KPU.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” kata Heddy di Jakarta, Senin (5/2) seperti dikutip Holopis.com.
DKPP menyatakan Ketua KPU dan enam anggotanya, yaitu ; Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap telah melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.
DKPP menjelaskan pengadu tidak terima karena KPU telah menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden.
Petrus Hariyanto selaku Penggugat menyatakan putusan DKPP ini membuktikan keputusan KPU menetapkan Gibran Rakabuming Raka selaku Cawapres melanggar hukum.
“Masyarakat bisa melihat proses pencalonan Gibran banyak masalah hukum, sehingga tidak layak dipilih,” tegas Patra.
Sementara Patra M Zen, Koordinator TPDI 2.0 memberikan apresiasi terhadap putusan DKPP. Namun pihaknya memberikan catatan yakni memberhentikan para teradu dari jabatannya di lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
“Semestinya sanksi terhadap Ketua KPU adalah pemberhentian dari jabatan karena sebelumnya yang bersangkutan pada 3 April 2023 sudah mendapat sanksi peringatan keras,” jelas Patra.
Patra melanjutkan, bahwa kasus pelanggaran etik ini tidak terjadi sekali dijeratkan kepada Hasyim Asy’ari sebagai Ketua KPU. Sebelumnya, ia pun digosipkan memiliki hubungan khusus dengan Ketum Partai Republik Satu, Mischa Hasnaeni Moein.
“Hasyim Asy’ari sudah pernah diberi sanksi karena melakukan perjalanan pribadi bersama Hasnaeni selalu Ketua Umum partai yang sedang mengikuti proses pendaftaran partai dalam Pemilu,” tandasnya.
Dengan demikian, pelanggaran etik ini menurut Patra sudah sangat sah dan meyakinkan.
“Putusan DKPP ini artinya, KPU harus melanggar etik penyelenggara Pemilu untuk bisa meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Sebaliknya kalau DKPP taat dan patuh pada peraturan maka Gibran tidak akan lolos menjadi Cawapres dalam Pemilu tahun 2024,” pungkas Patra.