Terkait suap, Yulmanizar dan Febrian didakwa menerima hadiah atau janji terkait rekayasa pajak tiga perusahaan. Yakni, PT Gunung Madu Plantations (GMP); PT Bank Pan Indonesia (Panin) Tbk atau Bank Panin; dan PT Jhonlin Baratama. Keduanya menerima suap bersama-sama mantan pejabat Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji; Dadan Ramdani; Alfred Simandjuntak, dan Wawan Ridwan.

“Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa.

Disebutkan, Yulmanizar dan Febrian merupakan anak buah Angin yang ditunjuk sebagai anggota tim pemeriksa pajak. Angin saat itu menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kemenkeu.

Keduanya ditugaskan mencari wajib pajak perusahaan yang berpotensi kurang bayar pajak. Tim pemeriksa saat itu menemukan potensi pajak tahun 2016 sebesar Rp 5 miliar dari PT Gunung Madu Plantations (GMP).

Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, tim pemeriksa menemukan invoice yang dikeluarkan PT GMP agar harga diturunkan sehingga berdampak pada turunnya pajak yang harus dibayar.

Dalam proses tersebut, PT GMP meminta dilakukan rekayasa pajak dan menjanjikan Rp 30 miliar untuk pajak beserta fee bagi tim pemeriksa dan pejabat struktural di dalamnya. Hal itu disetujui Angin. Akhirnya tim membuat perhitungan pajak sebesar Rp 19,8 miliar, sementara fee sebesar Rp10 miliar.

Terkait Bank Panin, tim pemeriksa menemukan potensi pajak sebesar Rp 81,6 miliar. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan kurang bayar pajak sebesar Rp 926,26 miliar. Veronika Lindawati diberi kuasa oleh Bank Panin untuk mengurus pajak.

Lalu terjadilah negosiasi. Veronika meminta kewajiban pajak Bank Panin pada angka Rp 300 miliar dan menjanjikan imbalan Rp 25 miliar kepada tim pemeriksa dan pejabat struktural. Setelah disetujui Angin, tim pemeriksa melakukan rekayasa sehingga didapatkan angka Rp 303,6 miliar.

Terkait rekayasa pajak PT Jhonlin Baratama, Tim pemeriksa awalnya sebesar Rp 6,6 miliar untuk tahun pajak 2016 dan Rp 19 miliar untuk tahun pajak 2017.

Konsultan pajak PT Jhonlin Baratama, Agus Susetyo, menyampaikan agar surat ketetapan kurang bayar PT Jhonlin Baratama dibuat pada kisaran Rp 10 miliar. Terkait hal itu dijanjikan fee Rp 50 miliar bagi tim pemeriksa dan pejabat struktural, serta termasuk untuk untuk membayar pajak PT Jhonlin Baratama (all in).

Disebutkan, uang itu diduga diberikan melalui konsultan pajak ketiga perusahaan tersebut. PT Gunung Madu Plantations diduga diberikan oleh Aulia Imran Magribi, dan Ryan Ahmad Ronas. PT Bank Panin diduga diberikan oleh Veronika Linawati. Kemudian, PT Jhonlin Baratama diduga diberikan oleh Agus Susetyo. Aulia, dan Ryan menyerahkan Rp15 miliar, Veronika, SGD500 ribu, dan Agus SGD3,5 juta.

‘Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji,” tutur jaksa.

Terkait perkara suap, Yulmanizar dan Febrian didakwa dengan dakwaan pertama, kesatu Pasal 12 Huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP; kedua Pasal 12 Huruf b jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP; dan ketiga Pasal 11 jo Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Adapun Angin Prayitno Aji diketahui sudah lebih dulu dihukum pengadilan. Angin pada awal 2022, divonis 9 tahun penjara karena menerima imbalan hingga Rp 3,3 miliar untuk merekayasa laporan pajak tiga perusahaan yang merupakan wajib pajak.

Akhir Agustus 2023, hukuman Angin bertambah setelah majelis hakim menyatakan Angin terbukti menerima gratifikasi dan pencucian uang. Ia dihukum pidana penjara selama 7 tahun.