Jumat, 17 Januari 2025

SPI Nilai Impor Beras Bentuk Pemerintah Gagal Wujudkan Kedaulatan Pangan

“Sensus Pertanian menyebut bahwa jumlah petani tanaman pangan berkurang dari 17,7 juta rumah tangga di tahun 2013 menjadi 15,5 juta rumah tangga pada 2023. Ironisnya ternyata jumlah petani gurem bertambah, dari 14,25 juta rumah tangga di tahun 2013, menjadi 16,89 juta di tahun 2023. Semakin tinggi angka petani gurem, artinya semakin tinggi juga pelepasan tanah untuk petani,” paparnya.

Tidak hanya itu, Marthin Hadiwinata dari FIAN Indonesia juga hadir dalam diskusi. Ia menerangkan bahwa terkait perspektif ketahanan pangan yang dijadikan sebagai model pembangunan pertanian di Indonesia, ketahanan pangan yang didorong oleh pemerintah menjadi legitimasi untuk terus-terusan melakukan impor sebagai upaya memenuhi pangan di dalam negeri.

“Semestinya ini cukup jelas bagi negara yang sudah meratifikasi Kovenan Internasional mengenai Hak EKOSOB, bahwa negara diwajibkan untuk mempertimbangkan dampak impor pangan terhadap produsen pangan dalam negeri. Sikap pemerintah yang perlu dipertanyakan lagi karena tidak melaksanakan UU Perlindungan Pemberdayaan Petani dengan tidak adanya peraturan pelaksana, hingga kewajiban pemerintah untuk menyerap produksi pertanian nasional dari petani tidak berjalan,” lanjutnya.

Narasumber terakhir, yakni Zainal Arifin Fuad yang merupakan Ketua DPP-SPI sekaligus International Coordinating Committee La Via Campesina (Gerakan Petani Dunia), juga menyinggung mengenai perspektif ketahanan pangan yang dipakai pemerintah Indonesia justru semakin membuat ketergantungan pangan semakin tinggi.

Menurut Zainal, watak pemerintah yang mudah mengimpor pangan terkhusus beras lanjut dilembagakan dan dipermudah melalui Omnibus Law UU Cipta Kerja.

“Sementara itu berdasarkan data BPS, dalam sepuluh tahun terakhir satu sisi petani gurem bertambah, jumlah keluarga pertanian berkurang. Bahkan Bappenas meramalkan profesi petani akan hilang di tahun 2063 dan sekber UNDFF Roma akan membuat diskusi tentang ‘petani akan hilang?. Pada sisi lain, kita sudah punya Deklarasi Hak Asasi Petani dan Orang-orang yang Bekerja di Perdesaan (UNDROP), UUPA 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU Pangan, dan peraturan perundang-undangan yang memihak kepada petani,” papar Zainal.

Belum lagi jika dikaitkan dengan Indonesia sebagai importir gandum terbesar di dunia. Dampak harga beras yang mahal, rakyat menengah ke bawah membeli mie instan. Sedangkan rakyat kelas atas makan roti. Keduanya terbuat dari gandum. Konsumsi beras yang turun, justru menaikan ketergantungan terhadap gandum. Ini membahayakan.

“SPI dan La Via Campesina dalam hal ini menilai bahwa solusi untuk masalah pangan di dunia adalah dengan Kedaulatan Pangan, yang salah satu prinsipnya adalah pemenuhan hak, apakah itu hak atas tanah, benih, air, hingga faktor produksi lainnya. Sementara dalam ketahanan pangan, justru kita mempertanyakan solusi impor yang didorong. Hal ini justru membuat sebuah negara yang bisa memproduksi pangan, justru menjadi tidak bisa memproduksi pangan secara mandiri karena hanya memperhitungkan aspek ekonomi saja,” jelasnya.

Lebih lanjut SPI akan menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak keputusan sepihak impor beras oleh pemerintah pada hari Jumat 19 Januari 2024 di Kementerian Pertanian RI dan Badan Pangan Nasional.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

BERITA TERBARU

Viral