HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Survey and Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara merekam elektabilitas partai politik dalam Pilpres 2024. Dari data surveinya, terlihat bahwa Partai Gerindra sudah berhasil melangkahi PDIP yang beberapa waktu terakhir merajai tangga elektabilitas nasional.
“Meskipun belum cukup meyakinkan, Gerindra berhasil mematahkan dominasi PDIP dalam kurun waktu delapan tahun terakhir,” kata Igor dalam survei yang dirilis pada hari Senin (15/1) seperti dikutip Holopis.com.
Data survei SPIN tersebut menunjukkan elektabilitas ; Gerindra (23,1%), PDIP (19.7%), Golkar (19.1%), Demokrat (8,4%), PKB (7,2%), PKS (6,9%), NasDem (5,8%), PSI (3,8%), PPP (2,2%), Gelora Indonesia (2%), PBB (1,8%), Perindo (1,1%), Partai Ummat dan Hanura (0,2%), Partai Buruh bersama Partai Garuda dan PKN (0,1%).
Jika melihat datanya, Igor menilai bahwa Partai Gerindra bisa sangat optimis menjadi partai pemenang Pemilu 2024 dengan perolehan angka terbesar di atas PDIP.
“Target PDIP untuk dapat menang Pemilu untuk ketiga kalinya akan hilang. Sementara untuk Gerindra bila nanti benar sesuai sebagai pemenang Pemilu ini merupakan pencapaian tertinggi Gerindra,” jelasnya.
Lebih lanjut, Igor juga mengatakan bahwa Gerindra maupun PDIP bisa dikategorikan sebagai partai lokomotif. Karena mereka bisa menjadi daya tarik dan menarik bagi partai-partai lain di bawahnya.
“Partai politik ada 2, yang bisa disebut lokomotif dan gerbong. Partai Gerindra dan PDIP ini lokomotif, mereka bisa menarik gerbong-gerbong lainnya,” ujarnya.
Hanya saja, sekalipun PDIP dinilai sebagai partai lokomotif, tampaknya untuk mengejar ketertinggalan saat ini dari Gerindra juga cukup sulit. Apalagi dalam nuansa politik saat ini, Joko Widodo yang menjadi Presiden 2 periode terakhir ini cenderung berada di barisan pemenangan Prabowo-Gibran.
Hal ini juga dilihat dari peluang kemenangan Jokowi yang lebih tinggi dimana faktor keterpilihan mantan Walikota Solo tersebut lebih tinggi dari pencapaian elektabilitas PDIP sebagai partai pengusungnya.
“Di pemilu 2019 bahwa ada 35% pemilih Jokowi yang bisa bermigrasi (di Pilpres 2024), ada potensi itu,” terangnya.
Jika benar asumsi itu, maka Gerindra bisa mendapatkan suntikan suara lebih besar dari Jokowi Effect. Hal ini jelas karena Gibran Rakabuming Raka yang notabane adalah putra sulung Jokowi berada di dalam kontestasi Pilpres itu.
“Gerindra ini bisa memisahkan asosiasi dan identifikasi bahwa Jokowi milik PDIP. Ini juga bisa dilihat dari tidak hadirnya Jokowi di HUT PDIP, walaupun alasannya betul ada kegiatan kunker,” paparnya.
Terlebih kata Igor, dalam menentukan pilihan, tak sedikit masyarakat Indonesia yang memilih kandidat karena faktor sosok di belakangnya. Tentu untuk pasangan Ganjar-Mahfud adalah sosok Megawati Soekarnoputri. Sementara Anies-Imin ada Surya Paloh. Dan untuk Prabowo-Gibran ada sosok Joko Widodo yang diasosiasikan.
“Pilpres 2024 juga masyarakat tidak hanya lihat figurnya, tapi juga melihat siapa sosok di belakangnya. Kalau PDIP kan bu Mega yang bisa tentukan postur kabinet. Di Anies-Imin ada Pak Surya Paloh. Kalau Prabowo-Gibran ada juga pak Jokowi,” tukasnya.
Sementara itu, hasil survei publik yang dilakukan SPIN di mana menunjukkan elektabilitas Gerindra sudah berada di paling puncak, karena melihat faktor sejarah.
“Gerindra di 2009 yang berpasangan dengan Bu Megawati dapat 4,6 juta. di 2014 saat berpasangan dengan Hatta Rajasa naik 14,7 juta. Di 2019 ketika Pak Prabowo berpasangan dengan pak Sandi naik lagi 17,9%. Sangat besar kemungkinan suara Gerindra naik lagi,” terang Igor.
Jika tren ini masih berlanjut di Pilpres 2024, tentu akan sangat memungkinkan bahwa Gerindra menjadi partai pemenang.
“Jadi tren suara Gerindra naik dari pemilu ke pemilu kalau Pak Prabowo sebagai Capres, karena pak Prabowo Ketua Umum partai,” pungkasnya.
Sekadar diketahui, bahwa survei SPIN tersebut dilakukan dalam kurun waktu 8 – 14 Januari 2024 dengan melibatkan 2.178 responden di seluruh provinsi di Indonesia.
Metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan teknik pengumpulan data yakni direct interview dengan bantuan kuesioner. Hasilnya, margin of error (MoE) sebesar 2,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.