HOLOPIS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus kepemilikan senjata ilegal, Dito Mahendra mengajukan permintaan penangguhan penahanan kepada majelis hakim di sidang perdananya yang berlangsung pada hari ini.
Pengajuan penangguhanan penahanan melalui kuasa hukum Dito, Boris Tampubolon itu disampaikan usai jaksa membacakan nota dakwaan terhadap kekasih Nindy Ayunda tersebut.
“Kami ingin mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan atau pengalihan jenis penahanan kepada majelis,” kata Boris dalam pernyatannya yang dikutip Holopis.com, Senin (15/1).
Majelis hakim yang dipimpin oleh Dewa Budiwatsara itu menjanjikan akan mempertimbangkan permintaan Dito Mahendra yang pernah menjadi buron itu dalam sidang berikutnya.
Dimana ditentukan bahwa sidang Dito Mahendra akan dilanjutkan pada Senin (22/1) mendatang dengan agenda pembacaan eksepsi.
“Tentang permohonan akan dipelajari oleh majelis,” kata Hakim Dewa.
Sementara itu, Boris pun tidak menjelaskan apa alasan utama pengajuan penangguhan penahanan kliennya yang sedang mendekam di penjara. Boris pun hanya menjanjikan bahwa kliennya tidak bakal melakukan tiga alasan penyidik untuk melakukan penahanan.
“Dia tidak akan melarikan diri, dia tidak akan mengulangi, dan tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, inikan semuanya sudah dikumpulkan oleh penuntut umum, barang buktinya sudah ada semua, jadi apa lagi yang mau dihilangkan, tinggal diuji saja,” klaim Boris.
Bahkan, Boris menyebut bahwa pihak keluarga yang sempat diperiksa oleh penyidik Bareskrim akan menjadi penjamin Dito Mahendra untuk tidak kembali melarikan diri.
“Beliau kooperatif, artinya kalau sidang nanti akan datang, tidak akan mengganggu jalannya persidangan. Yang ketiga melarikan diri, itu kami jamin tidak akan terjadi, karena yang menjadi penjamin adalah keluarga,” ucapnya.
Jaksa pun sebelumnya mendakwa Dito Mahendra dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Mengubah ‘Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen’ (Stbl.1948 No 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu No 8 Tahun 1948.