HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam menyampaikan bahwa Indonesia pada dasarnya memiliki karakter asli sebagai orang yang plurar, sangat menghargai perbedaan dan bisa hidup bersama-sama dalam perbedaan yang mereka miliki.

Kesadaran untuk hidup bersama dalam perbedaan ini menurut Hikam memiliki celah untuk disusupi oleh pihak-pihak yang dengan sadar dan sengaja ingin memecah belah.

“Nature atau karakter Indonesia itu adalah negara yang plural, yang bhinneka, maka di dalamnya tentu akan ada persinggungan-persinggungan,” kata Hikam dalam sebuah talkshow yang dikutip Holopis.com, Sabtu (16/12).

Jika potensi persinggungan ini diambil oleh orang-orang yang memiliki pemikiran radikal dan intoleransi, maka perpecahan antar bangsa tentu sangat mudah terjadi, bahkan bisa membawa seseorang yang sebelumnya sangat plural menjadi radikal, intoleran dan ekstremis. Apalagi jika persinggungan ini dibumbui dengan pendekatan politisasi identitas.

“Kalau persinggungan itu diperkuat katakanlah dengan politik identitas, maka pluralisme yang sebenarnya menjadi sesuatu yang logis dan wajar, menjadi tidak nature dan akan menjadi bibit dari intoleransi,” ujarnya.

Kemudian, menteri negara bidang Riset dan Teknologi era Presiden Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) tersebut menjelaskan bahwa ideologi di masing-masing kelompok entitas masyarakat ini menjadi sesuatu yang sangat sensitif. Ia akan dengan mudah mengacaukan Kebhinneka Tunggal Ikaan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk dan pluralis.

“Bangsa ini mempunyai berbagai macam kecenderungan afiliasi ideologis. Kalau ideologi itu tidak dikonsistenkan dengan ideologi negara yaitu pancasila, maka ideologi itu bisa menjadi bagian dari intoleransi itu,” tutur Hikam.

“Bahkan dari ideologi bisa muncul ajaran-ajaran atau dogma-dogma yang mengajarkan radikalimse yang anti pada konstitusi dan NKRI,” sambungnya.

Selain adanya faktor ideologi, ada faktor lain yang bisa membuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pecah, yakni faktor sosial politk.

Menurut Hikam, tak bisa dipungkiri bahwa ada sejumlah kelompok masyarakat yang melakukan pengendalian masyarakat dengan manuver pendekatan sosial politik untuk mengacaukan persatuan dan kesatuan, hingga nasionalisme dan pluralisme bangsa Indonesia.

Mereka akan mengajarkan basis mereka untuk mempengaruhi masyarakat agar tidak percaya lagi dengan pemerintah dan konstitusi yang ada, yakni Undang-Undang.

“Sosial pilitik, ada kelompok-kelompok masyarakat ini menopang pendekatannya secara politik mengajarkan untuk anti pada konstitusi,” tuturnya.

Lantas apa lagi yang bisa memicu masyarakat Indonesia yang plural menjadi radikal dan intoleran, Hikam menyebut bahwa ketimpangan sosial dan tidak terwujudnya keadilan menjadi faktor tambahan.

Bagi Hikam, ini penting untuk dicermati oleh pemerintah dan para pemangku kebijakan agar memperhatikan betul aspek ini, sehingga angka lahirnya bibit-bibit radikalisme dan intoleran di kalangan masyarakat tidak semakin meluas.

“Ada juga faktor ketidakadilan ekonomi, ini juga bisa menyebabkan munculnya tingkatan-tingkatan orang menjadi radikal, staircase to terrorism,” tukasnya.