Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Yoory Corneles didakwa melakukan korupsi pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019.

Pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0 dan berujung rasuah ini disinyalir merugikan keuangan negara Rp 256.030.646.000 atau Rp 256 miliar.

Hal itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/12). Dikatakan jaksa, korupsi itu dilakukan Yoory bersama-sama pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian.

Ketiganya didakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan korupsi dalam kurun November 2018-November 2021. Lahan tersebut dibeli Yoory dari PT Adonara Propertindo yang merupakan perusahaan bidang properti milik Rudy Hartono Iskandar.

Jaksa menyebut Yoory diduga diuntungkan Rp 31.817.379.000 dan Rudy Hartono Iskandar selaku beneficial owner PT Adonara Propertindo Rp 224.213.267.000, atas perbuatan rasuah tersebut. Adapun dugaan kerugian negara tersebut berdasarkan laporan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas korupsi pengadaan lahan tersebut.

“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang seluruhnya berjumlah Rp 256.030.646.000,” ujar jaksa KPK, seperti dikutip Holopis.com.

Rudy dan Tommy awalnya membeli tanah milik PT Asmawi Agung Corporation (PT ASCO) yang telah dinyatakan pailit di Jalan sejajar tol sisi timur RT 013/006 Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Lahan itu dibeli melalui kurator tanah, Hendra Roza Putera.

Meski sudah mengetahui tanah itu bermasalah, Rudy dan Tommy disebut tetap membeli tanah itu. Lahan itu bermasalah lantaran masih ada pihak lain yang menguasai sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah itu.

Dikatakan jaksa, Hendra Roza Putera dalam suatu pertemuan menyampaikan bahwa lahan tersebut masih ada permasalahan, yaitu ada pihak lain yang menduduki tanah yakni H. Mat Amin yang menguasai tanah SHGB nomor 1430/Pulo Gebang, SHGB nomor 1888/Pulo Gebang dan SHGB nomor 1894/Pulo Gebang.

“Meskipun Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian mengetahui bahwa tanah tersebut masih bermasalah, namun Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian memutuskan tetap membelinya dengan harga yang disepakati senilai Rp 1.800.000,00/m², dengan ketentuan biaya pembebasan lahan, biaya notaris, pengurusan surat-surat dan sertipikat serta pajak-pajak yang timbul ditanggung oleh PT Adonara Propertindo,” terang jaksa.

Selaku Direktur Utama PPSJ, Yoory pada 28 Maret 2018 mengajukan permohonan pemenuhan kecukupan modal perusahaan PPSJ Tahun 2018 senilai Rp 935.997.229.164 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk dianggarkan dalam APBD-P Pemprov DKI Jakarta TA 2018.

Rudy dan Tommy saat itu mengetahui jika PPSJ membutuhkan lahan untuk merealisasikan program hunian DP 0 rupiah.

Untuk menawarkan tanah di Pulo Gebang itu, Rudy dan Tommy lalu menemui Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, Taguh Hendrawan untuk dikenalkan kepada Yoory.

“Padahal Rudy Hartono Iskandar dan Tommy Adrian mengetahui bahwa tanah Pulo Gebang tersebut bermasalah dan belum dilunasi pembayarannya kepada Hendra Roza,” ucap jaksa.

Agar Yoory mau membeli lahan itu, Rudy dan Tommy pada 14 Desember 2018 juga meminta bantuan mantan anggota DPRD Mohamad Taufik untuk dikenalkan kepada Yoory.

Tanpa kajian, Yoory akhirnya setuju membeli tanah tersebut dengan harga Rp 6.950.000,00/m². Kepada Yoory, Tommy menjanjikan fee 10 persen.

“Dalam pembicaraan tersebut dari harga yang ditawarkan yakni Rp 12.000.000,00/m², akhirnya Terdakwa Yoory Corneles sepakat untuk membeli tanah Pulo Gebang dengan harga Rp 6.950.000,00/m², di mana penentuan harga dilakukan tanpa disertai kajian terhadap tanah tersebut. Selain itu Tommy Adrian juga menjanjikan kepada Terdakwa Yoory Corneles akan memberikan fee senilai 10%,” ujar jaksa.

Selain itu lahan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi harga yang dibayarkan. Sehingga menimbulkan kerugian negara.

Dikatakan jaksa pembelian tanah itu dilakukan tanpa kajian analisa PPSJ. Pembelian tanah juga tak dilakukan penilaian atau appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh PPSJ, serta tanpa didahului rapat pleno Direksi PPSJ.

“Bahwa keputusan pembelian tanah Pulo Gebang dan negosiasi harga tersebut tidak sesuai dengan SOP PPSJ karena dilakukan tanpa adanya kajian analisa PPSJ, tanpa adanya penilaian/appraisal dari konsultan yang ditunjuk oleh PPSJ dan tanpa didahului rapat pleno Direksi PPSJ. Bahwa nilai appraisal sebesar Rp 10.050.000,00/m² yang digunakan dalam PPJB tersebut hanya berasal dari pernyataan lisan Tommy Adrian,” terang jaksa.

Selanjutnya Yoory memerintahkan Yadi Robby dan I Gede Aldi Pradana untuk menyiapkan dokumen diantaranya dokumen PPJB dan dokumen administrasi pembayaran uang muka seperti Bukti Uang Keluar (BUK) dan cek uang muka yang akan dibayarkan pada tanggal 21 Desember 2018.

Persyaratan administrasi lahan itu disebut masih bermasalah yakni terkait pemecahan SPPT PBB, belum membayar kewajiban PPN, BPHTB, PPh Penjual hingga SPPT PBB. Namun, Yoory tetap melakukan pelunasan pembayaran tanah tersebut meski sudah mengetahui hal itu.

“Pada tanggal 22 Februari 2019 bertempat di Ruang Rapat Lt. 3 Kantor PPSJ, Terdakwa Yoory Corneles selaku Direktur PPSJ dan Tommy Adrian selaku selaku Direktur PT Adonara Propertindo atas sepengetahuan Rudy Hartono Iskandar tetap melakukan penandatanganan 6 minuta Akta Jual Beli (AJB) tanah Pulo Gebang dihadapan notaris Yurisca Lady Enggrani,” tutur jaksa.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pertengahan Juli 2019 melayangkan surat pemberitahuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) untuk pengadaan tanah di Pulo Gebang dan Lebak Bulus. Yoory kemudian meminta Indra S Arharrys dan Yadi Robby untuk melengkapi administrasi pengadaan tanah Pulo Gebang serta mencari jasa appraisal tanah dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang bisa membuat Laporan Appraisal secara backdate.

Masih di bulan Juli 2019, Yoory selaku PPK lalu menunjuk KJPP Wisnu Junaidi sebagai Pelaksana Penilaian/appraisal Tanah Pulo Gebang tanpa melalui prosedur sebagaimana mestinya. Pembuatan appraisal itu seolah-olah dilakukan sebelum tanggal ditandatanganinya PPJB dan sebelum pembayaran dari PPSJ kepada PT Adonara Propertindo, padahal sebenarnya pelaksanaan pekerjaan oleh KJPP Wisnu Junaidi baru dilakukan pada bulan Juli 2019 sampai dengan bulan Agustus 2019.

“Dengan menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor: 069.5/076.971 tanggal 7 November 2018 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 49.500.000,00 yang dibuat backdate dengan waktu pelaksanaan yang juga dibuat secara backdate selama 14 hari kerja mulai tanggal 7 November 2018,” ucap jaksa.

Sementara itu, ahli waris tanah itu mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Jakarta Timur pada 2 September 2019. Dimana pihak tergugat yakni PT Adonara Propertindo selaku tergugat I, PT ASCO dan Hendra Roza selaku tergugat II, Pemprov DKI cq PPSJ selaku tergugat III dan BPK Jaktim selaku turut tergugat.

Mahkamah Agung RI pada 10 November 2021 lalu memutuskan ahli waris H Marjan sebagai pemilik sah tanah tersebut. Putusan perkara perdata itu tertuang dalam Nomor:
3121K/Pdt/2021 juncto Nomor 547/PDT/2020/PT DKI juncto Nomor 410/Pdt.G/2019/PN.Jkt. Tim. Atas putusan itu, lahan itu tak dapat digunakan meski sudah melakukan pembayaran.

“Dengan adanya putusan tersebut, menyebabkan PPSJ selaku pembeli tidak dapat menguasai dan memanfaatkan 5 bidang tanah seluruhnya seluas 38.586 m² di Jalan Sejajar Sisi Timur Tol Cakung Cilincing RT 013 RW 006 Kelurahan Pulo Gebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang dibeli dari PT Adonara Propertindo (total los). Bahwa selain itu, terhadap 1 bidang tanah seluas 3.290 m² sebagaimana SHGB nomor 04643/ Pulo Gebang di Jalan Sejajar Sisi Timur Tol Cakung Cilincing RT 013 RW 006 Kelurahan Pulo, Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur yang tidak termasuk dalam objek gugatan perdata ahli waris H. Marjan bin Sarmah, terdapat kelebihan pembayaran,” kata jaksa.

Alhasil negara diduga dirugikan mencapai Rp 256.030.646.000,00 atas pembelian lahan yang diwarnai perbuatan rasuah tersebut.
Oleh Jaksa KPK, Yoory didakwa dengan pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.