Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Eko Darmanto menyebut banyak hal-hal tidak benar di Bea Cukai. Eko menyebut dirinya menjadi korban lantaran kerap mengungkap hal-hal yang tidak benar itu.

Demikian diungkapkan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi pada Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia itu sesaat memasuki mobil tahanan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/12) malam. Eko mengklaim melakukan aksi flexing atau pamer harta kekayaan dan hidup mewah. Ia mengklaim viralnya flexing di media sosial merupakan ulah orang dalam di Bea Cuka lantaran dirinya banyak mengungkap hal-hal yang tidak benar itu.

“Saya yang paling banyak mengungkap hal-hal yang tidak benar yang terjadi di Bea Cukai,” ungkap Eko, seperti dikutip Holopis.com.

Eko mengklaim telah mengungkap dugaan permainan terkait impor emas. Saat ini, ungkap Eko, juga diduga terjadi penyeludupan gula yang berpotensi merugikan negara.

“Ada 9 orang yang sudah masuk penjara, bekerja sama dengan kejaksaan, kejaksaan minta tolong saya, termasuk kasus yang paling besar yang Anda ketahui, kasus emas. Di belakangnya saya. Dan pun sekarang terjadi penyeludupan gula. Dua tahun kerugian negara Rp 1,2 triliun,” ujar Eko.

Namun Eko enggan mengungkap siapa ‘pemain’ hal-hal tidak benar yang terjadi di Bea Cukai itu. Pun termasuk saat disinggung dugaan keterlibatan pejabat Bea Cukai Pusat.

“Saya ndak bisa komentar. Biar saja nanti penyidik yang mendapatkan,” imbuh Eko.

Yang jelas, kata Eko, dirinya sudah menyampaikan dugaan ‘permainan kotor’ di Bea Cukai kepada penegak hukum. Eko berharap adanya keadilan lantaran dugaan permainan itu merugikan keuangan negara.

“Bisa jadi. Karena sampai sekarang pun Anda lihat kasus emas pun masih bergulir, mudah-mudahan keadilan ada di situ karena kerugian negara sanagt besar. Dan masih banyak kasus-kasus lain, tadi sudah sya sampaikan ke penyidik di dalam (penyidik KPK),” tandas Eko.

Eko hari ini langsung dijebloskan ke jeruji besi Rutan KPK usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Dalam perkaranya, Eko diduga menerima gratifikasi sejak tahun 2009 hingga 2023 dengan total Rp 18 miliar.

Eko diduga menerima gratifikasi dengan disamarkan melalui sejumlah pihak keluarga. Selain itu disamarkan melalui sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Eko, di antaranya perusahaan yang bergerak dibidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik.

Eko diketahui sempat menempati sejumlah jabatan strategis. Di antaranya, Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya); Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai; dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta.

Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, Eko tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja. Atas dugaan itu, Eko dijerat oleh KPK dengan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah meminta pihak Imigrasi untuk mencegah Eko Darmanto dan tiga orang lainnya agar tidak bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. Ketiga orang lainnya yang juga dicegah, yakni Ari Muniriyanti Darmanto selaku Komisaris PT Ardhani Karya Mandiri yang juga istri tersangka Eko Darmanto, Rika Yunartika selaku Komisaris PT Emerald Perdana Sakti, dan Ayu Andhini selaku Direktur PT Emerald Perdana Sakti.

Selain itu, KPK juga telah melakukan penggeledahan di kediaman Eko Darmanto dan beberapa pihak lainnya di Tangerang Selatan, Depok Jawa Barat, dan Jakarta Utara beberapa waktu lalu. Dari penggeledahan itu, KPK mengamankan beberapa kendaraan mewah, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat, serta berbagai tas mewah, dan dokumen.