HOLOPIS.COM, JAKARTA – Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis menyatakan bahwa apa pun motif dari peretas data KPU tidak bisa dibenarkan.

“Apapun motifnya tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa diterima,” kata Todung dalam keterangannya, Sabtu (2/12) seperti dikutip Holopis.com.

Kasus peretasan ini menurut Todung murni kesalahan KPU sebagai pemilik data yang dihack oleh peretas bernama Jimbo. Sebab, seharusnya KPU sebagai pengelola data pemilih seharusnya bisa melakukan antisipatif terhadap keamanan siber yang dimiliki.

“KPU yang punya sejarah panjang dalam negara ini harusnya lebih bisa menjaga data-data itu. Jangan sampai suara itu diretas apalagi dijual dengan motif-motif profit yang diberitakan media,” ujarnya.

Sebelumnya, sebuah situs jual beli data ilegal memuat informasi penjualan data para pemilih untuk Pemilu 2024. Data tersebut diklaim peretas berasal dari server KPU.

Tak tanggung-tanggung, Jimbo mengklaim memiliki sebanyak 252.327.304 baris data penduduk dengan kueri NIK (nomor induk kependudukan), alamat, tempat tanggal lahir, hingga data TPS yang bersangkutan.

Di dalam situs tersebut, Jimbo menjual data yang ia curi sebesar 2 BTC atau setara dengan Rp 1.204.100.000.

Kabar kebocoran data KPU ini pun ramai diperbincangkan banyak kalangan hingga sampai ke telinga KPU. Melalui press releasenya, KPU menyatakan bahwa kebocoran data yang diperbincangkan banyak kalangan memang benar-benar terjadi.

“Berdasarkan hasil pengecekan bersama, saat ini beberapa analisis sedang dijalankan seperti analisis log akses, analisis manajemen pengguna, dan analisis log lainnya yang diambil dari aplikasi maupun server yang digunakan untuk mengidentifikasi pelaku, jika benar melakukan peretasan terhadap Sistem Informasi Data Pemilih,” tulis siaran pers KPU, Kamis (30/11).

Untuk respons awal pasca pencurian data itu, KPU pun kemudian melakukan pengecekan terhadap sistem informasi yang disampaikan oleh Threat Actor, selanjutnya dilakukan penon-aktifan sementara layanan yang dimiliki KPU.

“Yaitu Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) dan menonaktifkan akun-akun pengguna Sidalih sebagai upaya penanganan peretasan tersebut lebih lanjut,” imbuhnya.

Lantas, KPU juga menyerahkan penanganan kasus pencurian data siber ini ke Bareskrim Polri bersama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

“KPU senantiasa berkoordinasi dengan BSSN, Bareskrim, Pihak Pengembang, dan instansi terkait lainnya untuk mendapatkan data-data dan bukti-bukti digital terkait informasi data breach tersebut,” jelasnya.