Kemudian, dia menyebut perayaan hari-hari besar keagamaan diberi kesetaraan. Hal itu nantinya yang akan dibawa apabila dirinya menjadi presiden.

“Lalu juga terkait dengan perayaan hari-hari besar, dimana semua diberikan kesetaraan kesempatan. Nah ini juga semangat yang akan kami bawa ke tingkat nasional supaya kerukunan kedamaian, itu ditopang dengan rasa keadilan,” tuntasnya.

Seperti diketahui Sobat Holopis, sejumlah kasus intoleransi pun kerap terjadi semasa Anies menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta maupun jelang menjabat.

Salah satu kasus yang sempat menonjol ketika Gereja Kristen Indonesia (GKI) Ampera di daerah Jagarkarsa pada tahun 2019 sempat ditolak oleh masyarakat sekitar. Penolakan itu bermula ketika Yayasan Wisesa Wicaksana mengajukan permohonan ingin mengalihfungsikan rumah tersebut menjadi tempat ibadah GKI Ampera.

Tak hanya itu, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo memaparkan pihaknya menerima 10 aduan terkait diskriminasi yang terjadi di sekolah di Jakarta. Kasus tersebut mulai dari ajakan tidak memimpin ketua OSIS dari nonmuslim hingga paksaan seorang siswi untuk menggunakan hijab.

Setara Institute pun pernah mencapt DKI Jakarta mendapatkan skor toleransi terendah karena sepanjang November 2016 sampai Oktober 2017 setidaknya ada 14 peristiwa yang berhubungan dengan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi di Ibu Kota.

Dimana momen itu diketahui berlangsung saat Pilkada DKI Jakarta yang akhirnya dimenangkan Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno.

Ia mencontohkan, sejumlah peristiwa yang memperlihatkan sikap intoleran, yakni pelarangan shalat jenazah bagi pendukung calon gubernur tertentu atau sejumlah kasus persekusi yang lainnya.

Kemudian, semakin menempatkan DKI diposisi buncit dalam Indeks Kota Toleran (IKT) karena pemerintah provinsi (pemprov) tidak merespon atau menindak tegas aksi intoleran tersebut, dalam bentuk regulasi atau penindakan.